Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengalami "Perjamuan Khong Guan"

3 Februari 2020   10:28 Diperbarui: 21 Februari 2020   09:16 3442
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada riwayat Minnah ini, saya paling suka puisi yang berjudul: 

KEPALA MINNAH
Kepala Minnah
mengandung perpustakaan
tempat buku-buku,
meja-meja,
kursi-kursi
menyusun sunyi

(2019)

Minnah baru satu semesta puitik yang memberi kita "situasi keberjarakan". Bahwa salah satu bahaya adu sensasi dan kecepatan dalam kehidupan warganet di koloni +62 atau mungkin di banyak tempat. Ngegas saja dulu, paham belakangan!

Bahaya seperti ini bukan saja mengantarai kemunculan sikap-sikap reaksioner dalam kehidupan majemuk. Terlebih jika menyentuh ihwal yang sensitif. 

Lebih dari itu, ketika "sensasi dan kecepatan digitalisme" berkawin dengan teknologi narsisme, manusia juga rentan mengalami pendangkalan pengalaman religius atau kehadiran yang spiritual. Di dalamnya, ada pengalaman keterasingan yang mengerikan. 

Kehilangan yang religius itu bisa dicandrai dalam puisi berjudul;

MALAM VIRTUAL
Tuhan
yang menyalakan sinyal
di antara bual-bual
yang viral,
kucari Natal-ku
yang sunyi
di tengah
timbunan sampah digital.

(2018)

Lantas, bagaimana keterasingan diri yang diawetkan oleh teknologi narsisus itu merefleksikan "keganjilannya" dalam puisi?
Jokpin menghadirkan puitika kritik yang seperti ini:

FOTOKU ABADI
Saban hari ia sibuk
mengunggah foto barunya
hanya untuk mendapatkan
gambaran terbaik dirinya.

"Siapa yang merasa
paling mirip denganku,
ngacung!" ia berseru
kepada foto-fotonya.
Semua menunduk, tak ada
yang berani angkat tangan.

Dan ia makin rajin berfoto.
Teknologi narsisme
terus dikembangkan
agar manusia selalu
mampu menghibur diri
dan merasa bisa abadi.
(2018)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun