Ketiga, sebagai klimaksnya, bagaimanakah cerita June ini akhiri? "The Wolf Hour" rupanya memilih ending yang agak romantik.
Tidak ada yang lebih baik dari berdamai dengan masa lalu. Dengan kesalahan sendiri, dengan akibat-akibat fatal dari pilihan ideologis yang malah memangsa keluarga sendiri.Â
June memilih jalan ini. Ia harus melakoni laku, "Luka hanya sembuh oleh lembing yang melukainya".Â
Tidak lagi membawa diri dalam jalinan krisis yang makin dalam, buntu yang mencekik. Rantai krisis ini harus diputusnya bersamaan dengan ledakan kerusuhan di sekitar apartemennya yang suram.Â
Di hari ketika ia menunggu kabar draft buku terbarunya disetujui penerbit.
Yang kedua, tidak ada yang lain, ia harus kembali melampaui dirinya tragik itu dengan kembali menulis.Â
Dan ia menyusun buku dalam satu deadline yang begitu singkat. Dia kemudian kembali ke publik, ketika tatanan kembali tenang. Ia menemukan tenaga pemulihnya ketika senjakala sedang menggerayangi narasi Counterculture Movement.
Maksudnya, ending The Wolf Hour kemudian menjadi klise dan terasa seperti kemenangan konservatisme saja. June pulih dan kembali waras. Perlawanan berangsur-angsur padam.
***
Ya sudah, nanti kamu nonton saja kalau jadi tayang di tanah air. Tabik!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI