Karena itu, bagi saya, ini film tentang Bumi Manusia yang dijaga oleh perempuan-perempuan luar biasa. Nyai Ontosoroh, ibunda Minke dan Annelies. Film tentang tiga perlawanan yang memberi jejak sangat kuat dalam biografi Minke alias Tirto Adhi Soerjo.
Pertama, perempuan pribumi gundik yang harus menjaga segala yang diperjuangkannya dirampas tangan-tangan bengis penjajah. Kedua, perempuan ningrat yang merelakan anak lelakinya menempuh nasib yang dipilihnya, nasib yang menentang keningratan itu sendiri serta ketiga, perempuan muda yang merupakan hasil persilangan rasial, dengan trauma yang tekanan-tekanan yang ditanggungnya sejak muda.Â
Minke tumbuh dan belajar dari kasih sayang mereka.Â
Merintis perlawanan dengan tinta dan kata-kata karena membela martabat dan kasih sayang mereka dengan segenap kesadarannya yang percaya pada kemanusiaan yang setara sebagai syarat dari adanya Bumi Manusia yang sewajibnya diperjuangkan bersama-sama.Â
Jadi, ini adalah film yang berhasil merawat emosi sembari mengingatkan pada kata-kata Mbah Pramoedya: "Kalau kemanusiaan tersinggung, semua orang yang berperasaan dan berfikiran waras ikut tersinggung, kecuali orang gila dan orang yang berjiwa kriminal, biarpun dia sarjana". Â
Terus, kamu kok masih belum ke bioskop juga?
*** Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H