Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Shazam", Rasa Sakit Bocah atau Asal-usul Dosa Orang Dewasa

7 April 2019   10:26 Diperbarui: 9 April 2019   08:35 1021
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada mulanya, Shazam! adalah narasi jenaka pahlawan super.

Beberapa komentar menilai positif cerita pahlawan super yang satu ini. Terutama dikarenakan karakternya yang lebih konyol. Lebih komedikal. Karena itu, "lebih cerah" dari pada narasi yang dimiliki pahlawan super lainnya produksi DC Comics. 

Situs kapanlagi.com misalnya, film yang disutradarai David Sandberg ini, merupakan film DC yang lebih menyenangkan: ada komedi, aksi perlawanan yang menawan, dan memiliki nilai-nilai keluarga. 

Komentar positif yang senada juga muncul di laman thedisplay.net. Dikatakan di sana:

Kami harus mengakui kejeniusan David F. Sanberg dalam merangkum humor, action, dan petualangan dalam film "Shazam!" ini. Melihat sosok Billy yang masih bocah terperangkap dalam tubuh dewasa sangat mengocok perut. 

Keseluruhan plot-nya bisa diikuti dengan mudah dan sosok Billy yang sederhana dan banyak mengalami kesengsaraan sejak kecil membuat kami jatuh hati. Film ini menampilkan kesan anti-berbelit-belit yang biasanya sering ditampilkan film DC Comics terdahulu yakni "Justice League".

Komentar-komentar positif ini, sebenarnya hanya menegaskan jika secara industrial, DC Comics sedang berusaha menyusun jalan baru meraup keuntungan sebagaimana yang sudah dicapai Aquaman. 

Tapi, sebab sukses industrial ini, lantas membuat Shazam! yang kesaktiannya diperoleh dari mewarisi kecerdasan Solomon, termasuk kemampuan berbicara dalam berbagai bahasa, Hercules untuk tubuh dan tenaga yang besar (termasuk tragedi?).

Atlas untuk pemilik energi yang mahakuat, Zeus sebagai pemilik kuasa atas petir, Achilles yang nyali dan kecerdikan bertarung (dengan kelemahan utama di tumitnya?), serta Mercury yang memiliki kemampuan terbang dan teleportasi, apa ciri lain yang bikin dia terasa lebih akrab alias tidak muluk-muluk berbicara penyelamatan umat manusia ala pasukan Marvel Universe itu? 

Maksud saya, film yang jagoannya menjadi sakti karena membaca mantra ini lebih bisa dimaknai sebagai produksi dari pertarungan kejahatan dan kebaikan yang akar-akarnya berada dalam diri atau masa lalu manusia sendiri, lantas karena itu juga diselesaikan dengan "narasi manusia sendiri"?

Jawabnya bisa iya, bisa belum. Pada bagian inilah, saya berkeinginan mendalami tiga aspek yang kiranya mendasar. Yuk!

Pertama, Shazam adalah akronim dari persilangan multi-power. 

Karena itu di masa awal kemunculannya, dipersepsikan selevel Superman. Bedanya, tentu saja, Shazam dihidupi dari mitologi, sekurangnya dari Yunani sedang Superman berakar pada dunia di luar sana. Dari semesta hidup yang diceritakan memiliki peradaban lebih tinggi, bernama Kripton.

Dengan kata lain, Shazam lebih mewakili kisah pahlawan super yang mengembalikan kekuatan dari masa lalunya sendiri untuk masa depan yang sedang berada dalam kemerosotan. Dalam dosis tertentu, kita sedang melihat jenis kejahatan yang daya dorong penghancurnya berakar pada masa lalu yang "hilang" atau mengalami keterputusan. 

Jadi, Shazam tidak menggunakan kekuatan dunia di luar sana untuk membereskan masalah di tanah lahirnya. 

Kedua, Shazam tidak bisa dibayangkan tanpa melihat riwayat hidup Billy Batson yang dibuang. 

Billy yang ketika bocah dibiarkan ibunya terpisah di sebuah pasar malam. Bertahun-tahun, dengan berpindah-pindah panti asuhan, dengan kenakalan-kenakalannya, Billy berjuang mencari ibunya. Ketika bertemu, ibunya seperti orang asing dalam cerita Albert Camus. Orang yang dimakan rutinitas hidup dan kehilangan kepekaannya! 

Billy menyembunyikan lubang kosong dalam dirinya: anak yang tumbuh tanpa kasih sayang keluarga. Billy adalah wakil dari keluarga berantakan yang tidak memilih jalan sebagai kriminal demi memuaskan kemarahannya. Dalam bahasa penyihir, dirinya memiliki hati yang murni. Bukan pemilik otak yang saintifik ala Peter Parker Spiderman!

Ketiga, menelisik padanan negatifnya atau karakter anti-Shazam: Thaddeus Sivana. 

Thaddeus sejatinya adalah jiwa yang malang. Ia adalah anak dengan keberadaan yang tidak diakui. Selalu dinilai sebagai sumber dari kesialan dan kegagalan. Di hadapan figur ayah yang bukan saja sensorik tapi juga "fasis" itu, yang pantas diaku hanyalah abangnya. Tidak terhitung berapa kali kekerasan verbal dan fisik yang mesti Thadeus alami semasa bocah. 

Kemalangan hidupnya bahkan lebih parah dari jalan penderitaan yang dialami Billy. Thaddues kemudian menjadi pendendam yang bukan saja bengis namun berbahaya bagi hidup yang lebih besar dari masa lalunya. Ia lebih memilih berkawan kekuatan jahat (dalam kehadiran tujuh dosa yang disimbolisasi oleh wujud monster buruk rupa) karena melayani rasa sakitnya. 

Maka boleh dikata dalam tubuh Billy yang menjadi simbol dari kekuatan baik dan Thaddeus sebagai simbol jahatnya, ada luka dan rasa sakit dari masa kecil yang sedang bergulat. Semacam semesta kegetiran hidup yang menjadi motif dari kehendak untuk melampaui atau bahkan menjadi sejenis penjara dari kemerosotan diri yang terus mengerikan. 

Ya, kita sedang membicarakan ihwal yang eksistensial dalam kekonyolan Shazam. 

Yakni tentang bagaimana rasa sakit anak-anak dan kehidupan keluarga kehilangan kehangatan sebagai pabrik dari kejahatan. Dengan bahasa yang lain, menyelami Shazam! adalah meniti jiwa anak-anak yang terluka dan mengapa dosa adalah buah dari kehendak dekaden yang memenjara hidup orang dewasa.

Inilah, bagi saya, inti nilai yang mengikat kehadiran Shazam!

Inti ketegangan yang membuat suasana percakapan makan bersama di meja makan pada bagian terakhir film dimana Billy mengajukan tangannya dan memimpin doa terasa mengharukan. Atau ketika Thaddeus mengungkapkan rasa sakitnya yang tertimbun dalam senyap bertahun-tahun lama sebelum membantai ayah dan abang yang selalu menyepelekannya sama mengharukannya.

Keduanya hanyalah wakil dari dunia anak-anak yang kehilangan kehangatan kasih keluarga. 

Keempat, walau dipenuhi adegan perkelahian yang khas pahlawan super, Shazam tidak membangun sebuah semesta yang sedang krisis. Tidak membawa pikiran ke dalam ide usang perihal penyelamatan umat manusia. Karenanya tidak ada kejenuhan yang berulang dari ide dasar yang justru telah demikian lama membuat narasi pahlawan super mati sejak dalam pikiran!

Sepanjang film, saya hanya merasakan dua hal. Tertawa dan ikut sedih dengan riwayat pahit anak-anak dalam tubuh Thaddeus dan Billy. Akting Zachari Levi juga bekerja cukup baik menghidupi karakter Shazam. Pun dengan Mark Strong, sebagai Thaddeus Sivana, ia cukup mulus menampilkan figur yang terluka dan penuh dendam. 

Selebihnya, saya kira, adalah drama keluarga yang mengingatkan tentang pentingnya kehidupan keluarga atau masyarakat yang hangat bagi tumbuh kembang anak-anak. Kehidupan hangat yang melindungi anak-anak dari kekerasan, pengucilan, perundungan dan trauma yang tumbuh diam-diam menjadi dendam. 

Mungkin karena itu ia dirasa pantas mendapat rating 7,8 di laman IMDb. 

***
Sumber yang digunakan dalam tulisan ini bisa dibaca di idntimes.com dan ASUMSI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun