Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ziarah Ingatan ke Batavia, Sebuah Cerita

22 Februari 2019   14:22 Diperbarui: 22 Februari 2019   23:15 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Halaman Depan Taman Ismail Marzuki | Dok.Pribadi

Bukan sembarang kekuasaan, bukan jenis recehan, tentu saja! 

Maksud saya, dalam kondisi yang berulang dengan setengah dus Indomie rasa Kari Ayam, seperih apapun rasa sakit yang diciptakannya, mimpi-mimpi besarmu jangan sampai menyerah.

Salah satu dari kumpulan anak-anak muda itu meyakini sikap seperti ini. Dengan keuletannya di atas rata-rata, dia meniti semua jalan yang telah dilalui orang-orang sebelum dia. Dia mungkin mengalami jalan yang lebih berat karena, Jakarta adalah arena perburuan yang telah lama diperebutkan mereka yang tumbuh bersama jejaring  penguasa dari Jawa Dwipa

Jejaring lama dan kenyal yang menjadi jangkar dari reproduksi elit modern Indonesia dari masa lalu kolonial. 

Kawan yang satu ini sukses menembusnya. Dia bukan saja sudah menembus inti jejaring itu. Kini dia salah satu yang akan berkompetisi untuk masuk di dalamnya. Dia akan ikut berkontestasi dalam pertarungan elektroral perdananya. 

Bagaimana dia memulai usaha ke arah sana, saat yang sama saya memilih kembali pada "yang pinggir" saja?

Dia memulai dengan nasehat anak-anak Jakarta sendiri. Kuasai dulu jalanannya, baru jaringannya! Mengerti benar nama jalan, nomor angkutan kota dan siapa pemilik alamat yang dituju. Ingatlah jika zaman itu moda transportasi daring di Jakarta masihlah angan-angan.

Kawan saya ini menempuh "penggemblengan jalanan" dengan beberapa kali senggolan dan rasanya ratusan kali nyasar yang lucu dan menjengkelkan. Luka dan lelah dibawanya berlari, hingga hilang hambatan-hambatan diri. 

Hingga hilang penjara yang dikonstruksi pikiran, penjara yang isinya cerita tentang kengerian-kengerian Jakarta sekaligus ukuran-ukuran kesenangan yang selalu memutakhirkan diri.

Dari gang sempit yang menyembunyikan banyak rumah dengan daya muat "Satu Kakak, Tujuh Ponakan" itu, dia kini memiliki rumah dua lantai, seorang istri yang sangat mencintainya dan dua anak lelaki yang ganteng. Saya kini berhadapan dengan seseorang dari pelosok yang sudah boleh tersenyum di depan Jakarta. 

Heibaat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun