Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Wiro Sableng 212, Baru Bisa Apa?

5 September 2018   13:32 Diperbarui: 5 September 2018   13:43 961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film Wiro Sableng | detikHOT

Kelahiran Wiro Sableng edisi kolaboratif ini seharusnya bisa lebih tajam melukiskan asal-usul yang historis-tragik dari mengapa jagoan bersimbol 212 bisa ada. Termasuk di dalamnya, bagaimana dia menemukan pencerahan diri lewat spiritualitas "Manunggaling Kawula Gusti". Kelahiran yang menggambarkan jalan keagungan manusia Nusantara dalam interaksinya dengan keseimbangan alam raya (makro-kosmos).

Apakah seharusnya yang seperti di atas terlalu muluk-muluk untuk film yang merupakan adaptasi dari novel silat legendaris yang mencapai 185 seri?

Tidak. Setidaknya saya menemukan usaha menafsir yang melihat latar belakang tragik dalam sejarah dua jagoan dan konteks sosio-politis apa yang mengiringi kemunculan mereka. Dua jagoan yang bersumber dari komik dan kisah legenda yang menghidupi imajinasi kultural puak Anglosaxon di masa modern dan masa sebelumnya. 

Siapa mereka?

Nolan dan Richtie atau Bagaimana Jagoan Ditafsirkan..

Bruce Wayne sebelum Batman dalam tafsir Christopher Nolan adalah pembebasan diri dari pengalaman traumatik.

Dari rasa takut akibat dua momen tragik. Momen pertama, kejatuhan ke dasar sumur dan bertemu kelelawar, kedua, penembakan ayah dan ibunya oleh kriminal kere saat depresi ekonomi melanda Gotham.

Sisanya, Bruce yang kemudian menyaru Batman menjalani proses penyiapan diri, dengan dikader kelompok Rush Al Ghul menjadi petarung tangguh.

Sedang King Arthur dalam versi Guy Richtie juga hidup dalam momen sejenis.

Saat masih belia, dia melihat langsung pembantaian ayah dan ibunya oleh sang Paman. Selanjutnya, Arthur muda dikader oleh kehidupan London yang keras, khususnya oleh kehidupan di sekitar kompleks pelacuran dan keresahan-keresahan sosial terhadap kekuasaan yang korup.

Bruce Wayne dan Arthur kemudian mengalami evolusi diri hingga mencapai status "Mesias" dengan fungsi yang sama saja: keadilan terpelihara, hukum tak pandang bulu; menjaga tertib sosial tetap tegak.

Sederhana kata, Nolan dan Richtie menulis ulang kisah hero dengan menggunakan lensa pandang yang mutakhir dari perkembangan teori psikologi, filsafat atau sosiologi pergerakan sosial (baru).

Lensa yang membuat bobot cerita lebih dari sekedar adu pukul atau adu tembak nan canggih (dalam visualisasi sinematik). Namun juga mengajak pemirsa melihat kompleksitas ide yang membentuk tubuh cerita. Membawa penonton ke dalam kelamnya pengalaman psikis, dilema moral dan benturan sosial yang menjadi alasan politis dari adanya si jagoan.


Sementara jagoan kita yang baru tayang di bioskop tanah air ini, yang produksinya melibatkan Fox International Productions, anak perusahaan dari 20th Century Fox belum memberi banyak kesan selain bikin ketawa di beberapa adegan.

Padahal, Wiro memiliki alasan untuk dimaknai seperti Arthur atau Bruce. Bahkan bisa lebih dari itu karena sebab-sebab kematian orang tua yang berbeda.

Dari seri perdana berjudul Empat Brewok dari Goa Sanggreng, tewasnya Ranaweleng dan Suci (ayah dan ibunya) dipicu oleh dendam Mahesa Birawa. Mahesa adalah bukan lelaki yang dipilih. Cintanya kepada Suci tak kesampaian. Ujungnya adalah kesumat patah hati. Kesumat patah hati yang tidak membuat Bruce atau Arthur.

Atau ketika Mahesa Birawa dan para pendekar dari Sayap Hitam berkumpul dan merancang kudeta, yang tampak adalah percakapan orang-orang yang terlalu ingin berkuasa tanpa mengerti caranya; besar ambisi dari pada otak. Orang-orang yang hanya butuh sedikit arus balik perlawanan langsung keok.

Berbeda 2ooo kali lipat dengan bagaimana Bane dikisahkan merancang pendudukan Gotham dengan mengajukan Anarki sebagai ideologinya, Bane terlebih dahulu menculik ahli nuklir serta menguasai pusat kuasa Gotham, menara Wayne yang menyimbang mesin perang milik Batman. Apa yang dilakukan oleh Bane bahkan bisa dirujuk sebagai model aksi teroristik paling mutakhir, seperti dibahas di artikel Paris Attack, Karakter Bane dan Psikologi Teror.

Sama berbeda 2000 kali lipat dengan  cara Arthur merancang perlawan balik terhadap rezim yang membusuk dengan memobilisasi kekuatan populer (rakyat jelata) bersamaan dengan pembangunan aliansi dengan keluarga kuat yang menentang kerajaan serta penyihir. Selengkapnya mengenai Arthur dalam tafsir Richtie bisa dibaca dalam Tiga Film "Anglosaxian" dan Produser yang Kebingungan.

Kenapa perbandingannya 2000 kali lipat? Gak kenapa-kenapa, suka aja nulis begitu. Hee.

Terus, Wiro kita ngapain aja? Sesudah 17 tahun dikader menjadi petarung sakti? Sesudah ditempa oleh laku "Manunggaling Kawula Gusti" sebagai basis spiritualitasnya?

Tidak banyak. Atau terlalu banyak yang tiba-tiba, seperti kurang sabar (atau kurang ide?).  

Tiba-tiba saja, Wiro terlibat dalam penggagalan kudeta. Tiba-tiba saja ada Dewa Tuak di tengah perjalanan. Tiba-tiba saja ada kerajaan yang sedang mendekati implosi politik. Tiba-tiba saja ada lelaki gendut pesek yang bermain di pohon tepi jurang namun takut jatuh.

Kita memang diajak melihat bahwa kependekaran Wiro bukanlah sesuatu yang sepele, yang berurusan dengan kesumat dendam atau patah hati yang cengeng. Wiro produk kolaborasi ini pun telah diusahakan muncul sebagai agen perubahan dalam tatanan hidup yang terancam kolaps oleh kemunculan kekuatan jahat.

Ya, Wiro atau kisah jagoan dimanapun jarang ada yang melampaui "moralitas oposisi biner", selain melulu tentang keselamatan umat manusia.

Akan tetapi, bagaimana kehadiran aksi kependekaran ini dikontekstualisasi dalam pelukisan tragik yang lebih detil (demi memberi penglihatan yang dalam tentang karakter tokoh) maupun dalam pelukisan sosio-politis yang lebih tajam (demi memberi penglihatan lebih canggih dari perseteruan politik) belum terpenuhi. 

Sepertinya, sejauh ini, tangan-tangan Hollywod baru membantu produksi dan penjualannya. Tentu saja, kolaborasi perdana ini patut dihargai sebagai bukti karya anak negeri memiliki nilai jual memasuki pasar global, sebagai produk komersil. Yang mungkin masih harus dicari lagi adalah kapasitas menyumbangkan insight yang lebih segar terhadap imajinasi tentang jagon dalam sejarah budaya pop dunia.

Karena itu juga, saya masih menunggu kisah jagoan yang menjadi bacaan wajib zaman SMP ini ditafsir lagi. 

***

*) Sebagaian besar dari catatan ini telah dimuat di dinding FB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun