Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Tentang Papeda, Ekstase dan Vonis atas Konsumsi

23 Juli 2018   08:10 Diperbarui: 23 Juli 2018   18:58 2702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kajian Sociology of Food, kita bisa melihat begitu beragam tema sosial-budaya-ekonomi-politik yang dibedah dari makanan atau pangan dalam arti yang luas. Buku Food, Power and Agency yang dieditori Jurgen Maschukat dan Bryant Simon, misalnya. 

Dengan menjangkarkan ide pada warisan intelektual Roland Barthes, Bruno Latour, Pierre Bourdieu, and Michel Foucault, buku ini berusaha menggunakan makanan sebagai lensa dalam menjelaskan (hubungan) agensi dan kuasa politik, ekonomi sosial serta politik yang bekerja di balik setiap pilihan atas makanan dan setiap aktifitas makan. 

Atau buku yang tak kalah sangar judulnya. Concentration and Power in the Food System: Who Controls What We Eat? yang ditulis Philip H. Howard.  

Buku yang menginvestigasi kekuatan-kekuatan besar (perusahaan) yang bermain di balik sistem pangan. Philip Howard yang juga adalah presiden pada Agriculture, Food and Human Values Society (AFHVS) berusaha menunjukan bagaimana kekuatan besar itu mengontrol dari urusan benih, pemasaran dan "rekayasa konsumsi" di masyarakat.

Wiih, cadas! Tapi tetap selow, Sodara. Saya juga belum melahapnya. Baru melihat kilasannya di laman Blomsbury. 

Intinya, kita yang masih makan, minum, bertempat tinggal serta beranak-pinak tahu jika perkara pangan atau makanan memang ihwal super serius. Lapar bukan saja dekat dengan kriminalitas, kerusuhan hingga penggulingan rezim. Lapar adalah ukuran yang tidak boleh ada dalam negara-bangsa yang sedang adu cepat mencapai status "high modernity".

Untuk itulah, para pejabat pemerintahan harus bekerja keras. Sampai-sampai  tega membongkar hutan sagu, menghancurkan warisan pangan lokal, memasifikasi sistem bertani dengan satu jenis (yang belakangan ketahuan dikontrol hulu-hilirnya oleh korporasi tertentu, huhuhu), sembari terus bicara tentang keamanan dan kedaulatan pangan. Hmmm.

Akan tetapi...

Antiklimaks Tubuh dan Vonis atas Konsumsi
Sesudah semua pelukisan ringkas dan sederhana atas timbunan kaya kenangan, sesudah usaha sekedarnya menunjukan pesan dari sosiologi makanan, sebuah arus dekonsumsi tenyata juga mengintai di dalamnya. Di tanah Banggai, Sulawesi Tengah, dekonsumsi itu bekerja.

Ekstase alias serasa hilang dari kehadiran di muka bumi karena pelampauan atas kenikmatan akhirnya berakhir celaka. Akumulasi kenikmatan (ragawi) yang lepas terkontrol ini berakhir dengan naiknya asam lambung, muntah, dan sesak napas. Hampir saja semaput sayanya.    

Sesudah sedemikian lama, saya kembali harus bertemu dokter. Membiarkan diri didedah oleh otoritas keilmuan lain. Mengaminkan sebuah vonis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun