Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Sesudah Mas Pur Menjumpai Sepi

20 Juli 2018   10:24 Diperbarui: 20 Juli 2018   16:15 3538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mas Pur dan Novita | Brilio

"Aku harus melihat kamu bahagia, meskipun kamu bahagianya sama orang lain, bukan sama aku. Tapi satu hal yang harus kamu ingat, di sini ada hati yang selalu tulus menyayangi kamu."

-Mas Pur

Kisah Mas Pur yang mengingatkan pada tragedi atau kisah orang baik mengalami kemalangan-kemalangan karena kuasa yang lebih besar di luar dirinya pada akhirnya akan kembali mengalami sepi.

Kita juga tahu, kembali kepada sepi bukan sesuatu yang "khas sinetron". Sinetron alias kisah khayali yang dibuat mendayu-dayu dengan tubuh cerita yang tak pernah bercerai dari dunia hitam vs putih, kaya terhadap miskin, kebaikan menghadapi kejahatan; pendek kata, memuakkan sesungguhnya. 

Namun, dalam hubungan produksi yang memuakkan seperti itu, mengapa masih bisa menyentuh, menjadi heboh sebagai percakapan dunia maya, (dan menghasilkan uang lebih banyak lagi dong)?

Semua yang ramai akan kembali kepada sepi. Walau begitu, kembali kepada sepi di kisah Mas Pur bisa bermakna banyak arah. Arah-arah itu bisa Anda baca di Surat Terbuka untuk Mas Pur atau Mas Pur Sebagai Laki-laki Paripurna. Saya ingin melihat lagi satu dari sekian arah. 

Melihat arah yang rasanya belum cukup terwakili dalam kehebohan itu. Kepada sesuatu yang belum dibicarakan bahkan ketika kehebohan virtual mencapai "status filosofis" (: direnung-tuliskan secara serius, misalnya). Sesuatu yang berdiri di antara perkara individu dan masyarakat, yang menyangga keduanya. 

Kira-kira begini, Mbloo..

Dalam cerita Mas Pur yang malang itu, otoritas di luar dirinya bukan saja status sosial, posisi ekonomi, atau tampilan fisikal. Otoritas yang bekerja dengan efektif, bahkan dalam kasus tertentu adalah ekspresi dari "politik Orwellian" yang serba mengawasi dan mendisiplinkan. Paling tidak, atas nama itu. 

Atas nama? 

Iya, maksudnya, ini perkara taktik aja. Novita bisa jadi tak cinta-cinta amat kepadamu, Mas. Ia butuh dalih yang membuatmu gak ngeyel lalu bertindak revolusioner. Dalih yang menyembunyikan bahwa di balik airmatanya, perempuan selalu memiliki kalkulasi-kalkulasi yang bisa saja mengabaikan suasana hati sendiri. Waspadalah para lelaki sok ngerti urusan!

Saya melihat sosok perempuan seperti ini dalam tubuh Dominika Egorova yang semlohai. Balerina yang sangat mencintai ibunya yang sakit-sakitan. Hidup mereka miskin dan ketika dirinya sedang di puncak karir, ia harus mengalami kehancuran yang terlalu awal sebab persaingan tidak sehat. Oleh adik ayahnya, Dominika diajak bergabung dengan satuan intelijen.

Pamannya yang petinggi intelijen jelas tahu, perempuan dengan rasa sakit yang seperti ini adalah senjata pembunuh yang sulit ditandingi. Yang pamannya tidak tahu, ia bisa berbalik membunuh tuannya. Silakan lengkapnya bisa dibaca pada catatan atas Red Sparrow.

Ini berarti juga jika siasat-siasat individual terhadap situasi hidupnya, terhadap rasa sakit yang ditanggungnya, terhadap cinta yang terancam gagal diperjuangkannya, sesungguhnya tidak memiliki jenis kelamin. Semua orang bisa tiba-tiba berubah 360 derajat atau menjadi pelakon kamuflase yang jempolan.

Karakter Novita memang jauh dari penubuhan seperti itu.

Novita tetaplah perempuan dari kalangan menengah dengan hidup sehari-hari yang tidak berurusan dengan politik intelijen. Satu yang sama dengan Dominika adalah memiliki cinta yang lebih taat untuk ibunya. Di dalamnya, kita melihat kepatuhan sebagai porosnya. Tak ada pertentangan nilai "Timur dan Barat" di sini.

Seperti yang sudah Novita katakan sendiri. Dari pada ribet dan ujungnya ditolak ibunya karena memilihmu, buat apa? Hidup cuma sebentar, haruskah karena kata hati, ia menjadi anak durhaka --iih, menyeramkan--? Lagi pula, apakah bahagia semata-mata persoalan psikis atau sesuatu yang culturalized?

Ia bergantung pada nilai apa yang dipelihara dan dituruntemurunkan masyarakat. 

Sederhananya, Novita bisa belajar kembali bahagia. Mas Pur menjadi heibat karena terlebih dahulu mengaminkan ini. #MasPurAdalahDewa

Maksud saya dalam bagian ini, kita dikembalikan pada institusi yang selalu tangguh di tengah pasang surut pertikaian ideologi plus omong kosong politik. Institusi itu adalah KELUARGA (HARMONIS). 

Keluarga adalah fondasi dari masyarakat. Di dalamnya, definisi tentang kebahagiaan dipelajari pertama kali. Di dalamnya juga, orang belajar menerima konsep-konsep moral dan sanksi. Di dalamnya juga, seringkali, anak-anak merumuskan tipe ideal dari sosok yang kelak menemaninya hidup jika berumahtangga.

Maka keluarga adalah mikrokosmos dari dunia yang teratur, stabil, dan nyaman.

Kegagalan keluarga adalah kehadiran dari sang chaos yang bukan saja berbahaya bagi anggota keluarga. Tak jarang, ia juga (lekas) dinilai menjadi ancaman bagi masyarakat dengan segala macam institusi penjaga moral di dalamnya. 

Keputusan Novita kepada Mas Pur tidaklah mengejutkan kita karena alasan di baliknya. Alasan yang mungkin juga pernah dipakai orang-orang yang kalian cintai demi perpisahan yang "menghindari drama terlalu lama". 

Mas Pur justru menjadi tidak mbaper alias berada dalam kemungkinan gagal viral jika menentangnya. Dia sepenuhnya sadar, eksistensinya hanyalah baut dari mesin besar bernama stabilitas dan harmoni keluarga.

Di luar itu?

Mas Pur adalah kehadiran mereka yang dipaksa mengalah di depan kebutuhan akan stabilitas dan harmoni sosial.

Kemengalahannya menjadi lebih idealistik karena dalam kebutuhan itu, kita diperhadapkan dengan kalkulasi-kalkulasi maknawi (calculus of meaning) yang merujuk pada preferensi moral tertentu. Serupa restu, ketaatan, nama baik dan terlarang durhaka pada orang tua.

Mas Pur barangkali adalah contoh paling mudah dari praktik yang sulit dari apa yang disebut "The Art of Loving"-nya Mbah Erich Fromm. 

Bahwa mencintai seseorang adalah juga mencintai banyak manusia di baliknya. Manusia juga harus selalu berdiri di dalam cinta. Berdiri di dalam cinta (standing in love) adalah juga mengembangkan kemampuan diri yang selalu berada dalam kehendak menjadi terus menerus, bukan untuk memiliki segalanya. Wiiihh.. #MasPurAdalahGuru

Benar Mbah Pramoedya, Hidup sungguh sangat sederhana. Yang hebat-hebat hanya tafsirannya.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun