Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sejumlah Tesis terhadap Akhir "La Furia Roja"

2 Juli 2018   11:47 Diperbarui: 10 Juli 2018   10:48 896
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama, dikabarkan Kompas.com, seorang wartawan telah mengingatkan Hierro dengan sejarah buruk Spanyol manakala berjumpa tuan rumah. Legenda hidup Real Madrid ini malah tertawa sinis sembari berkata, "Kenapa kita selalu harus melihat ke kaca spion dan memandang masa lalu? Kami akan menghadapi laga keempat di Piala Dunia ini, kenapa kita malah harus melihat apa yang terjadi 8, 10, 12 tahun lalu?"

Hierro bukannya menanggapi itu sebagai "warning", tidak seperti Deschamps sebelum bertemu Argentina. Deschamps memilih merendah di depan statistik timpang versus La Albiceleste. Deschamps bahkan mengakui Argentina selalu memiliki kapasitas menyulitkan, bahkan saat mereka sedang di titik nadir permainan. 

Hierro tersinggung karena dalam histori buruk itu, dia turut bermain. Pertanyaannya, kenapa harus sensitif begitu? Sinisme kayak begini adalah ekspresi energi negatif dari jiwa yang gagal berdamai dengan kegagalan (berulang) dari masa lalu. Pria berumur 50 tahun ini lupa, energi sebaliknya sedang deras memenuhi atmosfir ruang ganti Rusia. 

Kedua, formasi 4-2-3-1/4-3-3 yang menjadi preferensi taktiknya menyertakan Silva, Isco, Iniesta sebagai "the Heart of a Possession Ploy" atau jantung dari permainan.  Busquets atau Koke mengisi duet gelandang bertahan. Thiago bisa muncul sebagai subtitusi jika agresifitas dirasakan kurang variatif. 

Format demikian tidak meyakinan di level penyisihan grup B. Spanyol hanya bisa menang dengan satu biji gol Diego Costa saat melawan Iran. Di pertandingan ini, Spanyol melepas 805 operan dengan akurasi 89%.  Artinya apa? Hierro tidak memiliki cukup solusi demi menemukan daya ledak tiki-taka. Dengan kata lain, Spanyol memainkan bola dengan dirinya sendiri. 

Ini seharusnya sudah menjadi peringatan bagi Hierro dan tim kepelatihan.

Ketiga, apa yang dilakukan kepada Iran sama terjadi kepada Rusia. Kali ini, La Furia Roja tercatat melepas 1006 operan dengan akurasi hingga 90% selama 120 menit. Tapi hanya bisa bikin satu gol, hasil dari bola mati dan berupa gol bunuh diri (pula). 

Secara individual, sebagaimana data yang dilansir Whoscored.com,  angka sentuhan bola (touches) yang dihasilkan gelandang serang mereka tercatat timpang. Asensio hanya bisa melakukan 57 sentuhan bola. David Silva lebih payah lagi, 42 sentuhan. Iniesta sebagai subtitut, cuma lebih banyak satu kali di atas Asensio. Isco semata yang paling banyak menyentuh bola, 197 kali. 

Singkat kata, tiga poros permainan Spanyol mentok.

Ini bisa bermakna kreativitas Tika-taka tidak berkembang di depan truk konteiner berjejer milik Rusia. Bola hanya mengalir diantara mereka, di depan kotak 16 Rusia. Dalam bahasa Ruud Gullit, kalian bermain indah lantas kalah, buat apa juga? Turnamen seperti ini meminta tropi, bukan indahnya pentas--ini dari Bilardo yang melatih Argentina, 86.

Keempat, kemandegan kreativitas pada tesis ketiga disempurnakan oleh fakta bahwa Ramos melakukan 198 sentuhan bola, Pique 144 kali, lalu Alba di sektor kiri dengan 185 kali. Sisanya, sentuhan terbanyak dimiliki oleh duet gelandang bertahan, Koke (173) dan Busquets (99). Kita yang nonton di layar televisi kini bisa maklum mengapa angka ini begitu tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun