Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Melampaui "Pemisahan Kurus dan Gemuk"

19 Agustus 2017   13:04 Diperbarui: 22 Agustus 2017   00:16 2650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Si Kurus Kate Moss | Credit: huffpost.com

"Where there is power, there is resistance."
Michel Foucault, The History of Sexuality, Volume 1: An Introduction

Sebaris kalimat tidak pernah bisa dimengerti jika ia diceraikan dari paragrafnya. Sama juga mengatakan, sebuah ide tak pernah dipahami jika ia kehilangan daya tampung bahasa. Sama pula ketika mengatakan, sesosok Raisa tak pernah mengada selama ia kehilangan dukungan budaya popnya..uhuuk.

Demikian juga doa seorang mantan menteri dan sekarang masih laku sebagai bagian dari rezim representasi politik. Doa yang meminta Tuhan menggemukan tubuh Presiden yang terlihat kurus namun memiliki mental baja untuk bekerja keras, bla..bla..bla.. Dus, jangan buru-buru menghakimi Yang Mulia Anggota Dewan Perwakilan itu.

Karena itu juga, sudahilah beramai-ramai meributkan doa. Sebab ketika ia dilantunkan tak ada manusia fana yang bisa mewujudkannya menjadi nyata tanpa persetujuan subyek dimana doa dipermohonkan. Jadi, mari memulai percakapan kali ini dengan kalimat-kalimat pembuka di atas dalam ungkap yang sedikit puitik: tak ada sejarah kurus tanpa sejarah penaklukan tubuh!

Atau, kalau kita bertanya dengan sedikit menggunakan kerumitan gagasan, dengan menggunakan "kecurigaan biopower": relasi kuasa seperti apa yang tersembunyi dari pemujaan terhadap jenis tubuh tertentu, maka mulailah dengan ber-ide di dalam tubuh yang gemuk/kurus, tersimpan "kegagalan penyembahan ideologi sukses" yang sakit.

Maksud saya adalah, hari ini, di kekinian ini, gemuk dan kurus adalah keberadaan dalam dua kuadran yang sama malangnya. Perbedaan kontras pada atribut fisikal bukanlah sebab utama yang perlu diratapi.

Pada yang pertama--yang didoakan Tuan Tifatul itu--menjadi gemuk justru menjadi "sesuatu yang tak cekatan, lamban, boros-ngos-ngosan, di tengah persaingan waktu industrial". Waktu yang harus selalu efektif, efisien serba terukur dan menguntungkan. Sebab, Taim is mani!

Sama juga, pada realitas gemuk yang ekstrim (: obesitas), kita melihat tubuh yang didera oleh kegagalan, atau paling kurang, kesulitan hidup menurut kitab suci sehat peradaban modern. Dalam banyak cerita, tubuh yang oversizesering tak lebih dari dunia tak berdaya (anak-anak) yang menjadi koloni dari gurita Junk-food.Dan, tentu saja, kebodohan generasi produk iklan yang merasa setiap hari makan di McD, Pizza Hut atau KFC adalah gaya hidup kelas atas. 

Demikian halnya dengan yang kurus. 

Kurus adalah realitas yang hadir di luar proporsionalitas(saya akan kembali ke sini), sekedudukan dengan gemuk. Pada kondisi kurus yang ekstrim, fatwa-fatwa medikal modern akan mempretelinya dengan macam-macam istilah yang kesemuanya berputar-putar pada kekurangan gizi atau pola hidup sehat--hal yang tak pernah gratis dan mustahil terjadi pada seorang presiden! Artinya, pada ekstrimitas kurus, ada sejarah tubuh yang kalah dalam persaingan modern.

Tapi kita tahu, kisah yang kurus tak melulu gagal asupan gizi. Kurus atau menjadi kurus memiliki riwayat kelam sejarah kolonial. Kurus menyimpan narasi tragis manusia yang ditindas dan dihinakan hidupnya, korban dari exploitation de l'homme par l'homme. Mengalami kurus dalam kondisi seperti ini adalah menjalani nasib yang dipaksakan oleh ketamakan rezim ekonomi-politik-militer tertentu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun