Film Dunkirk besutan Nolan yang baru saja mencapai pendapatan sekitar 1,4 trilyun rupiah diinspirasi dari peristiwa yang dikenal dengan "The Battle of Dunkirk" atau "Miracle of Dunkirk". Peristiwa yang terjadi tahun 1940an bercerita tentang evakuasi pasukan sekutu (berasal dari Inggris, Perancis dan Belgia) yang dikepung oleh tentara Jerman. Kejadian ini dipicu invasi Jerman terhadap Polandia di bulan September 1939 yang membuat imperium Inggris dan Perancis mendeklarasikan perang.
Situs CNN telah menceritakan jika dalam versi filmnya, Nolan menggunakan tiga sudut pandang: sungai, laut dan udara. Dari tiga kombinasi sudut pandang, Nolan ingin menunjukan ihwal yang epik dari proses evakuasi yang disebut Perdana Menteri saat itu, Winston Churchill dengan "A Colossal Military Disaster". Nolan juga dikenal, paling tidak menurut catatan wikipedia, adalah sutradara yang membuat film dengan berakar pada konsep filsafat, sosiologi, etika serta kegemaran mengeksplorasi moralitas manusia.
Sebagai penikmat kerja sinematik Nolan, melihat Dunkirk adalah merayakan rindu kualitas sinematik Nolan sebagaimana digambarkan wikipedia. Kualitas sinematik yang dimaksud bukanlah dalam kerangka seluruh film Nolan yang jika kita rinci maka dimulai sejak Tarantella (1989), Larceny (1995), Doodlebug (1997), Following (1998), Memento (2000), Batman Begins (2005), The Prestige (2006), The Dark Knight (2008), Inception (2010), The Dark Knight Rises (2012), Interstellar (2014), serta Quay (2015).
Perayaan rindu yang kali ini bertepuk sebelah tangan. Mengapa bisa?
Penting disadari bahwa usaha Nolan menafsir "The Battle of Dunkirk" dengan tiga sudut pandang dapat disebut sebagai pendekatan yang "makroskopik". Dalam tafsir seperti ini, Nolan ingin menunjukan aksi-aksi heroik yang dilakukan oleh penerbang Inggris yang berusaha menghalau pesawat pengebom Jerman, para warga sipil pemilik perahu yang berduyun-duyun menyediakan diri untuk menjemput dan membawa pulang pasukan yang ketakutan melewati sungai Thames dan aksi para tentara yang berusaha menyelamatkan diri dari kapal yang terkena serangan bom.
Tiga aksi penyelamatan ini dibagi Nolan dalam waktu kronologi.Â
Penonton akan dibuat melihat satu adegan penyelamatan sebagai buah dari kerja bersama yang diikat oleh semangat menyelamatkan kehidupan. Semangat yang bukan untuk menghentikan perang. Semangat yang ingin menghentikan jatuhnya korban manusia yang lebih massif dan membuat pesisir pantai Dunkirk tidak menjadi ladang pembantaian tentara sekutu.Â
Konsekuensi dari "pendekatan makroskopik" seperti ini adalah "hilangnya sisi yang ideosinkratik". Maksudnya adalah penonton cenderung berhadapan dengan kemungkinan tidak mengalami drama evakuasi yang menampilkan adegan-adegan yang menyedot ketegangan. Atau rangkaian adegan yang membuat penonton menyaksikan detil yang emosif dari wajah para tentara atau warga sipil yang sedang terjebak dalam kemungkinan dibantai. Atau juga, menyaksikan dialog-dialog yang berputar pada kepasrahan dan kecemasan para (calon) korban.
Situasi "hilangnya sisi yang ideosinkratik" ini terasa dalam Dunkirk versi Nolan.Â
Padahal ruang peristiwa yang memberi kesempatan untuk memunculkanya cukup disediakan sutradara lulusan University College, London. Misalnya, suasana di dalam kapal nelayan yang sedang dibiar karam demi menunggu air pasang. Kapal ini kemudian dimasuki oleh serombongan tentara. Tak lama kemudian, rentetan tembakan menghajar tubuh kapal dan menciptakan lubang yang menjadi jalan masuk air.Â
Rombongan tentara ini lantas bersitegang dalam memutuskan siapa yang harus dikorbankan untuk memantau situasi di luar. Salah satu dalam rombongan kemudian diketahui prajurit Perancis yang akhirnya menjadi sasaran dari kecemasan kolektif tentara Inggris. Sebelum aksi memantau dilakukan, kapal yang sudah bocor itu terus dipenuhi air yang pasang. Kejadian selanjutnya, para tentara berlomba meloloskan diri.Â