Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Sejumlah Mengapa untuk "Filosofi Kopi 2"

22 Juli 2017   17:52 Diperbarui: 29 Juli 2017   19:56 1346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa Keempat. Jody (Rio Dwanto) yang bertindak sebagai menejer kedai, sahabat yang selalu mengalah, akhirnya tiba pada konflik yang mengancam kelangsungan kongsi dagang bertiga, bersama Tara dan Ben. Konflik dikarenakan masa lalu orang tua Tara dan Ben. Konflik yang kemudian berakhir oleh dialog diri yang menerima nasib dan drama cinta muda-mudi. Terlalu mudah tuntas. Klise.

Mengapa Jody tidak dikisahkan berkonflik hancur-hancuran karena terjatuh pada keyakinan Sukses adalah wujud kesempurnaan hidup (material) yang bebas dari adanya Ben? Dengan kata lain, acuan filosofi yang dilabelkan pada Ben's Perfecto itu berbalik dan menghancurkan penemunya?

Mengapa Kelima.Para pengunjung yang datang di kedai Filosofi Kopi yang kembali dilahirkan. Mereka ini hampir tiada jejaknya. Statusnya hanya konsumen yang lewat begitu saja. Padahal, di cerpen Dee, mereka bukan sembarang manusia. Mereka terikat dengan kopi sajian Ben karena "Menemukan Dirinya di kedai Ben&Jody".

Lantas, mengapa mereka tidak diberi ruang yang cukup untuk menceritakan latar belakang biografis keintiman mereka dengan kopi sajian Ben. Misalnya saja, ada sosok yang menjadi 'ideologis' dengan Filosofi Kopi dikarenakan menemukan spirit baru kehidupan sesudah celoteh renungan dari setiap kopi buatan Ben dan Brie?Karena itu, kedai Ben&Jody menjadi semacam ruang psiko-kultural bagi penyembuhan patologi urban. 

Mengapa Keenam.Sebagai pamungkas dari sejumlah mengapa. Mengapa Filosofi Kopi 2 menyibukkan diri dengan konflik anak manusia di balik bar barista? Konflik yang, misalnya, mula-mula terjadi antara Ben dan Brie sebagai barista pemilik paten dan barista baru bekerja yang kemudian berpacaran dan memilih mengembangkan benih kopi warisan ayah Ben? Atau, konflik Ben dan Tara yang menimbulkan sedikit guncangan sebelum akhirnya berdamai tanpa ada "dialog eksistensial" antar mereka dan Tara terus jatuh ke pelukan asmara Jody?

Sederhana sekali. Sesederhana kalimat motivator di televisi, cinta baru akan segera menyembuhkanmu. Ini jenis konflik tanpa gambaran kerumitan psikis tiap pelakunya. Konflik pragmatis bahkan terhadap 'yang tragis'.

Enam Mengapa di atas tentulah berakar pada preferensi selera yang saya acukan pada sosok imajiner Ben sebagaimana dibangun pada cerpen Dee. Saya juga menyadari jika keenam pertanyaan di atas dikerjakan semua--dimasukan ke dalam plot film (Ih, pede banget. Siapa elu?)--maka pada akhirnya tak jelas, tak ada happy ending,hal yang terlarang dari drama cinta-cintaan.

Atau, sebagai konsumen film nasional, mungkin kita sudah harus bertanya, apa pentingnya merawat happy ending pada drama cinta-cintaan yang begitu-begitu saja? Atau, bagaimana jika kisah Filosofi Kopi digarap serupa drama korea dengan kegemaran mengeksploitasi hubungan konflik yang kompleks antar aktornya? Kalau demikian, maka sebaiknya yang menjadi Tara adalah Chelsea Islan.

Terakhir, dari sejumlah mengapa yang saya ajukan suka-suka itu, kepada Filosofi Kopi 2, harus dikatakan berkisah dengan jalinan emosi cerita yang hambar. Rasa hambar itu mulai terasa ketika Ben dan Jody kembali pada pusat gaya hidup urban. Kembali pada nostalgia akan kejayaan mereka sebelumnya.

Ben dan Jody kali ini tampak sebagai cermin pemujaan ideologi sukses kaum urban yang kelelahan. Urbanisme gaya hidup ngopi yang tak berani lahir baru dengan "jalan anarkis": sebagai kedai yang bergerilya dan berjumpa dengan tradisi ngopi pinggiran/non urban (Jakarta).

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun