Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Kenalkan, Aku Mudskipper!

9 April 2017   11:15 Diperbarui: 9 April 2017   23:00 1920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keempat, tentu kau akan bertanya, seperti apa ibuku? Terimakasih, aku tak lupa. Ibuku bisa menelurkan aku bersama saudara-saudaraku sampai 70.000 butir dan menyimpannya dalam lubang yang dalam. Lubang itu bukan sembarang lubang. Ia dalam dan bercabang-cabang. So, kalau kau pekerja tambang, jangan sombong. Kami juga bisa membuat lubang bahkan lebih rumit dari kalian. Bedanya, bumi tidak bersedih karena perbuatan kami. Karena itu, aku heran, mengapa manusia masih percaya tambang itu memakmurkan.  

Ketujuh, oh ya, aku karnivora. Tentu aku hanya memakan yang lebih kecil dan lemah dariku. Bukan kayak bangsamu, segala hal dimakan. Bahkan, andai saja, kapal selam bisa dikunyah, kalian akan melahapnya juga. Hahahaha— dasar manusia! Earth provides enough to satisfy every man's needs, but not every man's greed, pesan Gandhi. Aku tak akan cerita panjang lebar soal ini. 

Kedelapan, nah ini yang tak kalah penting.

Aku adalah kehadiran dari sebuah mitos tua di satu tempat di wilayah kepulauan Melanesia. Mitos yang terutama tumbuh dalam kesadaran bocah-bocah sungai. Mereka percaya dengan memakan aku, maka boleh berenang segesit dan setangguh aku. Mereka bisa hidup melampaui “hambatan darat dan air”. Hahaha, ada-ada saja. Tentu saja bocah-bocah itu tak pernah bisa menangkapku. Tapi  aku senang kok,  aku penting dalam imajinasi bocah-bocah.

Mitos itu tumbuh lama di kepala lelaki yang menulis cerita ini. Dia menju besar bersama sungai dan tentu saja, lapangan sepakbola. Masa kecilnya dibentuk oleh kebudayaan pesisir suku-suku laut di Serui, Papua.

Pagi ini dia dikejutkan oleh tayangan di Nat Geo. Tayangan yang menceritakan betapa luar biasanya makhluk yang sering dipandang tak ada, makhluk kecil yang tak penting. Bukan lumba-lumba yang cantik dan gemulai—tapi hidupnya dihabiskan sebagai binatang sirkus untuk menghibur hidupmu yang stres! Atau hiu yang cool dan bengis, yang dibikin filmnya dimana-mana. Padahal makin sering dibikin film, makin dia tak punya rahasia, hihihi.

Orang-orang di Barat menyebutku Mudskipper. Di Indonesia, aku disebut Tembakul, Gelodok atau Bloso. Bocah-bocah di Serui itu memanggilku ikan Motor.

Aku punya banyak nama. Aku kecil dan sering tak terlihat. Tapi aku bahagia. Aku abadi dalam kepala lelaki yang menulis ini.

***

Sumber bacaan 1, 2 dan 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun