Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Kenalkan, Aku Mudskipper!

9 April 2017   11:15 Diperbarui: 9 April 2017   23:00 1920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mudskipper | http://www.biodiversitywarriors.org

Aku sering dianggap tiada. Tak penting.

Dikarenakan badanku yang kecil dan kebiasaanku yang cenderung menarik diri dari perhatian khalayak. Aku juga tergolong bukan jenis yang bisa menghiburmu. Aku tak kekar. Tak cakep. Aku, terutama bagimu yang mengidealkan kesempurnaan fisikal, pasti terbaca, “Hiii, penampakannya terlihat mengerikan.” Aku pasangan yang buruk untuk wefie, seolah penciptaan yang tak pernah dikehendaki.

Hahaha--aku sering tertawa di dalam hati dengan komentar seperti itu. Sebodoh-bodoh manusia, yang paling bodoh adalah mereka yang merayakan ketakutan dalam ketidaktahuan atau sebaliknya. Termasuk kekaguman berlebih yang terus menggelora bersama ketidaktahuan.

Aku akan ceritakan kepadamu siapa aku. Berapa ciri pokok aku yang membuat beda. Perbedaan yang—semoga saja—membuatmu terbuka pada keaneragaman dan pada puncaknya adalah menghargai Kuasa Maha Pencipta.

Sebelum aku mulai, sebaiknya kau siapkan selembar kertas dan pensil. Dan, bersihkan arsip-arsip kenangan di kepalamu, mana tahu kita pernah berjumpa di salah satu momen sejarah hidupmu.

Pertama, garis leluhurku hidup di wilayah Indo-Pasifik, Afrika Barat, Jepang, Filipina, Australia dan kepulauan Polinesia. Kami tidak beri peran untuk terlibat dalam seluruh peristiwa dunia dan bentang hidup makhluk. Kami bukan jenis yang bisa ditemui semudah bertemu semut, kucing atau anjing, misalnya. Maaf kata, bukan pongah, kami jenis yang khusus. Aha!

Kedua, di wilayah terbatas itu, kami hanya bisa hidup di wilayah yang “transisional”. Wilayah yang terletak di antara, bukan darat dan bukan laut. Terlebih-lebih udara. Dengan proses evolusi yang panjang, pada akhirnya kami bisa survive bahkan dalam kondisi-kondisi ekstrim yang berubah. Ya, mungkin seperti "informalitas di perkotaan".  Makin penguasa berambisi “membunuh mereka, makin mereka liat dan bersemarak dimana-mana”. 

Kau sudah paham "transisional" di atas? Ya, wilayah pasang surut.

 Ketiga, struktur fisikal yang terbentuk dalam lingkungan “transisional” itu membuat aku memiliki perilaku instingtual yang kombinatif. Aku memiliki watak territorial seperti kucing atau singa, gemar menandai wilayah kekuasaan. Tapi kucing kalau kawin berisik, aku tidak! Aku juga mampu berenang tetapi lebih banyak menghabiskan waktu di daratan, sehingga orang bingung, aku ini hidup di alam apa. Katakan pada mereka, aku melampaui darat dan air.

Di kepalaku yang serupa kepala katak, aku diberi mata yang mampu menikmati panorama secara jeli sekaligus mengawasi secara waspada. Berbeda dengan katak yang payah—menurutku, sih—badanku yang kecil memanjang lebih gesit dari badan bulat. Dan kalau kemarau panjang, tak harus menyelenggarakan paduan suara demi kemurahan langit menurunkan hujan.

Eits, jangan lupa, aku bisa melompat jauh, ada yang bilang bisa sejauh dua kaki, dan mampu memanjat akar-akar bakau.

Keempat, tentu kau akan bertanya, seperti apa ibuku? Terimakasih, aku tak lupa. Ibuku bisa menelurkan aku bersama saudara-saudaraku sampai 70.000 butir dan menyimpannya dalam lubang yang dalam. Lubang itu bukan sembarang lubang. Ia dalam dan bercabang-cabang. So, kalau kau pekerja tambang, jangan sombong. Kami juga bisa membuat lubang bahkan lebih rumit dari kalian. Bedanya, bumi tidak bersedih karena perbuatan kami. Karena itu, aku heran, mengapa manusia masih percaya tambang itu memakmurkan.  

Ketujuh, oh ya, aku karnivora. Tentu aku hanya memakan yang lebih kecil dan lemah dariku. Bukan kayak bangsamu, segala hal dimakan. Bahkan, andai saja, kapal selam bisa dikunyah, kalian akan melahapnya juga. Hahahaha— dasar manusia! Earth provides enough to satisfy every man's needs, but not every man's greed, pesan Gandhi. Aku tak akan cerita panjang lebar soal ini. 

Kedelapan, nah ini yang tak kalah penting.

Aku adalah kehadiran dari sebuah mitos tua di satu tempat di wilayah kepulauan Melanesia. Mitos yang terutama tumbuh dalam kesadaran bocah-bocah sungai. Mereka percaya dengan memakan aku, maka boleh berenang segesit dan setangguh aku. Mereka bisa hidup melampaui “hambatan darat dan air”. Hahaha, ada-ada saja. Tentu saja bocah-bocah itu tak pernah bisa menangkapku. Tapi  aku senang kok,  aku penting dalam imajinasi bocah-bocah.

Mitos itu tumbuh lama di kepala lelaki yang menulis cerita ini. Dia menju besar bersama sungai dan tentu saja, lapangan sepakbola. Masa kecilnya dibentuk oleh kebudayaan pesisir suku-suku laut di Serui, Papua.

Pagi ini dia dikejutkan oleh tayangan di Nat Geo. Tayangan yang menceritakan betapa luar biasanya makhluk yang sering dipandang tak ada, makhluk kecil yang tak penting. Bukan lumba-lumba yang cantik dan gemulai—tapi hidupnya dihabiskan sebagai binatang sirkus untuk menghibur hidupmu yang stres! Atau hiu yang cool dan bengis, yang dibikin filmnya dimana-mana. Padahal makin sering dibikin film, makin dia tak punya rahasia, hihihi.

Orang-orang di Barat menyebutku Mudskipper. Di Indonesia, aku disebut Tembakul, Gelodok atau Bloso. Bocah-bocah di Serui itu memanggilku ikan Motor.

Aku punya banyak nama. Aku kecil dan sering tak terlihat. Tapi aku bahagia. Aku abadi dalam kepala lelaki yang menulis ini.

***

Sumber bacaan 1, 2 dan 3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun