Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Grup WhatsApp dan "Pascakebenaran"

7 April 2017   11:50 Diperbarui: 8 April 2017   00:00 1825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum tiga grup itu bertahan, tentu saja ada mekanisme seleksi internal. Maksudnya ada tiga grup lagi yang memasukkan saya. Hanya bertahan dua bulan, saya memilih keluar dari grup. Apa sebab? Saya merasa buang-buang waktu, wasting time-aja. Lebih tragis lagi, satu grupnya saya yang admin-i lantas saya suruh anggota: grup ini sudah tidak jelas. Saya akan keluar, terserah yang lain. Benar-benar tidak bertanggung jawab, persis remaja yang menggugurkan janinnya!

Sejak itu, saya bertahan dengan tiga grup bersama perasaan yang biasa-biasa saja. Yang penting grup itu "fungsional" walau dalam kadar seminim-minimnya. 

Hingga kemudian, seiring perjalanan sejarah tips-tips bergrup WA secara positif mulai diabaikan orang-orang, saya diceburkan ke dalam grup WA yang.............(kau simpulkan saja di bagian akhir).

Grup ini tidak tinggal di satu lingkungan yang sama, jadi bukan grup RT. Juga bukan bekerja di lingkungan yang sama, jadi jelas bukan grup para profesional. Tidak juga karena sedang memperjuangkan idelogi tertentu, karena itu bukan grup "Penemu Jalan Pencerahan". Mereka bukan datang dari masa lalu sekolah yang sama, maka bukan grup "Nostalgia Remaja". Mereka juga bukan datang dari afiliasi politik yang seragam, jadi bukan grup "Mendukung A, Menolak B".

Grup ini tanpa identitas yang tunggal, selain--tentulah--isinya manusia, bukan mesin penjawab otomatis. Bagaimana dengan umur? Tidakkah mereka datang dari zaman yang sama?

Tidak. Mereka datang dari latar belakang zaman yang bercampur sedemikian rupa hingga tiba-tiba ada yang terbaca tua sekali dan ada yang terbaca "tua tanpa pernah muda" (Hmmm). Karena hobby, mungkin? Hobby adalah kategori yang sangat sumir. Satu-satunya hobby mereka adalah bercakap apa saja sepanjang bisa dilakukan dan ketika esok bari menjelang, mereka semua lupa, tadi malam bahas apa ya? 

Apakah mereka para penganggur yang bergabung demi melupakan sakitnya ditolak dunia kerja?

Wooh, pertanyaanmu benar-benar tak sadar diri, "sikap pandang enteng yang tolol". Mereka tersimpul dari yang sudah purna kerja, sedang bekerja, seolah-olah bekerja--saya maksudnya! dan baru menginjak pintu terakhir sebelum masuk dunia kerja. Pekerjaan mereka pun berupa-rupa jenis. Saking banyaknya sampai lupa membedakan mana kerja, mana kerjaan, mana kerja yang terlihat seperti kerja. Maksud saya, kerja bukan segala-galanya. Ada komunikasi yang membentuk hubungan manusia, kata Habermas.

Lantas, ini grup apa sebenarnya? 

Grup yang anti identitas. Grup yang tidak menghimpun satu spesis dengan perbincangan yang membawa seriusnya dunia offline. Grup yang bahkan tak jelas "kategori moralnya" apa.

Mungkin mereka sejenis "multitude" dalam teori new social movement, spontanitas yang bergerak merespon kondisi-kondisi tertentu. Spontanitas yang cair lagi dinamis. Kadang-kadang mereka serupa asbak, segala puntung masuk di tubuhnya. Namun mendadak, berubah menjadi "pisau yang dicabut dari cengkeraman luka", menyobek daging-daging kepalsuan atau jenis tata krama yang menyamarkan kemunafikan. Rasa-rasanya begitu. So, jangan tanya tema percakapan apa yang menjadi fokus utama mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun