Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

[Puisi] Seusai Castro

28 November 2016   14:35 Diperbarui: 28 November 2016   16:43 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi hatinya mudah tersedu di depan perpecahan bangsa; bahaya di pusat nation-buildingnya dulu.
Seperti kala menerima senjakalanya sendiri.

Aku rasa ia akan menangis, Kamerad.

Tapi tolong, kesedihan biarlah menyimpan sesaknya pada kalian sahaja.

Sedang kamarmu itu,
ketika waktu memaksa keris dan peci Bung Besar semakin lusuh
tetaplah membuka jendelanya:
lidah api Putera Fajar yang membakar lemah cinta tanah airku.

[Kota Hujan, Penghujung November 2016]

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun