Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengapa Vonny Cornellya, Bukan Kamu?

14 Oktober 2016   22:42 Diperbarui: 15 Oktober 2016   06:31 1259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ups, tunggu dulu. Sangat bisa jadi, ini bukan obat imajinatif atas kemuakan. Itu jalan lain pelarian diri, di matamu!

Tiada mengapa. Yang jelas bersama sihir pesona Vonny di televisi, saya diajak berjumpa Herbert Mercuse, kemudian sedikit disibukkan dengan diskusi menuju One Dimensional Society.

Masyarakat Satu Dimensi, dalam ingat saya, adalah jenis masyarakat yang mengalami pematian sikap kritis karena segala yang dibutuhkan sudah disedikan oleh kuasa produksi industrial dimana pikiran efektif dan efisien berkuasa, menjadi inti dalam kebudayaan.

Masyarakat serupa ini, konon, memilih dalam pilihan yang sudah disediakan? Tidak ada ruang publik politis walau kafe dan kedai berjamur dimana suka. Ruang yang menjadi lokasi kultural bagi pelahiran wacana tandingan atas wacana yang dikontrol media massa arus utama!

So, kau hanya disuruh memilih Ahok, Anies atau Agus. Jangan pernah bayangkan kemungkinan lain!

Sama juga, jangan pernah bermimpi kau ikut mempengaruhi permainan berdasarkan artikel-artikel yang mereproduksi berita media saja. *Menyimpang dikit boleh kan? Weks*

Masyarakat sedemikian tidak lagi memikirkan kembali, mengapa harus efektif dan efisien? Mengapa globalisasi menyuruh manusia harus berkompetisi? Mengapa hidup sukses itu berkarir bagus,  berpendapatan tinggi, bergaya hidup wah dan bukan petani atau nelayan yang bau tanah dan asin air laut?

Masyarakat sedemikian juga tidak lagi curiga mengapa kekuasaan secara turun temurun isinya turunan GAM. Iya, G-A-M.

GAM dalam bahasa Om George Aditjondro adalah Geng Anak Menteng, Jakarta. Lihat saja turunan Geng Anak Menteng yang mengendalikan inti kuasa Republik sejak lama. Mereka seperti Jendral Tua yang pernah disebut Douglas MacArthur, tidak pernah mati, hanya menepi. 

Emangnya hidup tak berkompetisi, tak efektif, tak efisien itu bukan hidup kah? Bukan jenis manusia modern kah?

Siapa sesungguhnya yang mengambil untung dari semua mantra pendukung kemajuan di atas? Lantas, ketika kau, kau, kau, kalah dan terbuang dari seleksi kompetisi itu, harus ada Vonny di televisi? Hihihi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun