Gairah seperti ini menyeruak dimana-mana, apa yang boleh disebut sejak lama sebagai "Darwinisme" dalam hidup sosial bukan sebatas teori sosial. Tambah lagi, negara hari ini bersama sistem dunia yang melingkupinya makin sibuk berjibaku dengan mantra besar bernama kompetisi dan pasar. Jadi, gairah seperti ini adalah gairah yang sesuai dengan zamannya (?). Klop.
Apakah gairah yang sesuai dengan zamannya alias memenangkan pertarungan dalam dunia yang berlarian tadi akan juga otomatis kehilangan jiwanya yang sosial? Menjadi individu yang lepas sendiri-sendiri?
Tentu saja tidak. Faktanya juga tidak.
Sebab ia tetap membutuhkan tafsir atau ideal cinta dan hidup berkeluarga yang penuh romantika juga life style up to date dan harus terus dikampanyekan dalam lakon “subyek dramatik” di sosial media.
Subyek dramatik adalah subyek yang mentransformasi kemampuan menghasrati dirinya sendiri ke dalam kehadiran yang selalu diakui secara sosial dan digital. Ia pada akhirnya melahirkan pula masyarakat fans.
Pada kolaborasi antara ideal hidup sukses, kebutuhan motivator, subyek dramatik dan sosial media, saya hendak melihat yang pergi dari keramaian yang diakibatkan kolaborasi di atas.
[Ini juga bagian penting sebelum klimaks kata-kata].
Salah satu yang menurut saya—sekali lagi menurut saya-- hilang atau menumpul dalam kondisi demikian adalah kapasitas individu untuk curiga dan bertanya mengapa kita harus hidup berkompetisi dan mengapa citra gaya hidup tertentu harus disebut sukses dan tidak sukses tanpa harus memindahkan gelisah karena kekosongan kepada rujukan motivator lain yang merasa sudah “menggenggam surga atau masa depan” dengan kebenaran tafsir yang mutlak?
Sebab ideal sukses bukan sesuatu yang netral atau “merupakan takdir sejarah”.
Ia seperti selera estetis dalam kritik Pierre Bourdieu, ia memiliki dimensi politis (kuasa) yang terbentuk sekaligus berkemampuan membedakan dalam relasi-relasi kelompok sosial.
Dan ini senada dengan peringatan Ivan Illich yang pernah bilang: kelas terdidik itu—atau bisa disebut “pekerja immaterial”—pada akhirnya adalah golongan yang menentukan ideal-ideal hidup yang layak di masyarakat. Sekolahlah wahana yang memproduksinya.