Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ramai Mario Teguh dalam Sedikit Catatan

11 September 2016   12:22 Diperbarui: 3 Agustus 2023   07:28 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustration: Freeware Market Kaskus

Keterangsangan yang dilahirkan oleh pertanyaan yang mundur kebelakang: mengapa hari ini membutuhkan sosok seperti motivator kita ini? Atau, mengapa motivator-motivator itu selalu bisa laku dalam industri tontonan? 

Perlu diingat ada banyak jenis motivator dalam industri tontonan hari ini termasuk mereka yang mendadak orang saleh di televisi.

Motivator kita ini tentu saja segmen konsumennya adalah mereka yang melek informasi. Mereka yang secara umum kita golongkan saja sebagai kelas menengah. Kelas pekerja jenis “immaterial” yang mampu menghasilkan uang lebih tanpa terlibat langsung dalam produksi material seperti kaum buruh. 

Sebab kata-kata yang dia sebarluaskan memang membutuhkan, menurut saya, bukan saja jiwa-jiwa yang pekerja kelas yang gelisah, namun juga secara kognitif yang mampu menjangkau super kata-kata itu. Jadi ini lebih dari sekadar bisa membeli televisi atau tidak.

Maka dalam pertanyaan lebih kedalam lagi, kiranya, akan menjadi: mengapa kelas pekerja immaterial—berbeda dengan buruh, petani, orang-orang miskin, pedagang kere yang tergusur, dan sejenisnya-- melek informasi ini harus gelisah dan seberapa penting mereka membutuhkan motivasi dari luar dirinya dengan menyediakan kepala di depan kuasa industri tontonan?

Pertanyaan ini yang hendak saya telusuri sebisa yang mampu dilakukan.

Kita akan berbicara tentang jiwa-jiwa pekerja immaterial yang diterpa oleh mimpi-mimpi tentang karier, cinta, keluarga atau kehidupan duniawi yang ideal dan pada saat bersamaan harus hidup dalam disiplin kompetisi (pasar) yang makin keras. 

Mungkin karena itu juga mengalami buntu bersama krisis-krisis diri-harian yang berulang dan seolah saja tidak cukup memiliki referensi dari pengalaman faktualnya sendiri.

Sehingga kehadiran motivator kita ini adalah ungkapan akan sejenis rasa kosong subyek terhadap energi psikis yang dibutuhkan agar dunia yang berlarian karena tekanan modernitas tinggi—frasa yang saya pinjam dari Anthony Giddens—tetap bisa dalam “genggaman” subyek. Seperti gadget canggih, bukan saja bisa membelinya tetapi juga bisa lihai menggunakannya.

Artinya kebutuhan akan motivator ini juga adalah kehendak untuk selalu menang terhadap dunia yang berlarian (runaway world) karena tekanan modernitas tinggi yang menerabas serupa juggernaut: ia menabrak ke segala arah dan meninggalkan serakan makna dimana-mana, membuat subyek gamang. 

Kehendak pemenang seperti ini juga menunjukan ambisi selalu berada di puncak, menolak menjadi jiwa-jiwa kalah yang tersungkur menjadi pecundang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun