"Kakek ini masih kuat ya. Berapa kira-kira umurnya? 80 tahun adalah?" tanya si ibu lagi. Kagumnya bertambah.
"Bisa lebih dari 80 tahun. Kakek ini juga berladang jauh dari kampungnya," terang si supir.
Saya menoleh ke belakang. Kakek itu tenggelam di balik jok tengah. Agak mendongak sedikit, saya lihat dia tersenyum. Pakaian dan tubuhnya saja yang terlihat lusuh, semangatnya tidak. Saya lihat itu di matanya.Â
Tiba di Kereng, kami semua bergegas keluar untuk makan. Si kakek masih duduk di belakang. Ia terlihat bingung.Â
"Mau singgah makan sebentar ya Kek," kata supir dalam Bahasa Dayak. Si kakek terus ikut turun tapi tidak masuk ke warung makan. Ia hanya duduk di dekat parkiran mobil. Si Bapak yang duduk di kursi depan membelikannya sebotol aqua dingin. Saya melihatnya dari jauh, haru. Sebagai sesama penumpang, kita masih sudi berbagi ruang dan kebaikan.
Peristiwa Kedua.
Sesudah mobil diparkir benar di halaman warung, saya keluar dan menyeberang jalan, mencari kios kecil. Saya masih kenyang jadi sebaiknya membeli camilan dan air minum dingin. Â Tiba di warung, saya membayar nescafe dingin, dua bungkus kacang garing dan korek gas. Lantas kembali ke halaman warung makan.
Di depan warung, ada lima orang gadis dengan setelan biru yang lengannya buntung dan roknya di atas lutut. Wajahnya dirias meriah. Mereka kelihatan berbeda sendiri dibanding penampilan para penumpang dan supir yang singgah makan. Mereka Sales Promotion Girl (SPG). Salah satunya menunda langkah saya yang baru selesai menyeberang jalan.
"Saya sudah punya rokok," sambil menunjukan sebungkus Sampoerna Mild merah.
"Beli juga yang ini ya, Bang," katanya membujuk. Kali ini dengan menyerahkan sebungkus rokok.Â