Menjadi ilmiah adalah wakil dari ekspresi yang rasional dan memiliki kebenaran.
Kata-kata seperti ini lahir sesudah menghabisi dua ekspresi kata sebelumnya: kata dalam bahasa metafisik dan teologik, kalau kita menggunakan evolusi perkembangan masyarakat tiga tahap Auguste Comte. Kata-kata dalam bahasa ilmiah adalah kata-kata dalam peradaban positivistik, dalam pengertian Comte.
Jadi kesadaran yang berpikir adalah kesadaran yang tersaintifikkan. Di luar ini, barangkali dipandang pra kesadaran atau kesadaran yang masih belum matang. Atau diposisikan sebagai kegilaan.
Chairil Anwar sepertinya menolak yang seperti ini. Menolak bahwa satu-satunya ekspresi kata yang patut adalah yang saintifik. Dan kemudian kita tahu dalam sejarah pergulatan kata, yang saintifik dibongkar habis oleh mereka yang muncul belakangan dengan judul posmodern.
Kata-kata saintifik yang pongah kini menjadi kesadaran yang hidup dalam produksi resiko. Segala yang dicapainya, dijudulinya kemajuan, kini tampak ringkih dan mengenaskan.
Ia membuat krisis ekologi karena merasa telah mengendalikan alam, ia melahirkan potensi perang karena merasa teknologi lebih berkuasa dari filsafat dan sastra. Produksi resiko oleh manusia (manufactured risk) yang kini makin membuka jalan menuju malapetaka peradaban. Resiko yang sudah sepantasnya.
Mengapa sudah sepantasnya?
Karena, mengikuti Habermas, dalam kesadaran positivistik kepentingan dominan yang bekerja adalah kehendak prediksi dan kontrol atas semesta dengan ukuran-ukuran yang bisa dihitung-takar-dieksperimentasikan. Ujungnya adalah kehendak menguasai alam dan manusia.
Kata dalam kesadaran positivistik merasa telah memegang kebenaran sejati, kebenaran karena olah yang ilmiah. Kata-kata seperti ini juga mudah melahirkan fasisme.
Kata-kata dalam kesadaran positivistik jijik pada sensitivitas emosi yang dirawat sastra atau "spekulasi" yang diajukan filsafat.
Sejarah manusia pada hakikatnya menunjukkan bahwa manusia tidak bisa hidup dalam kontrol kesadaran seperti maunya positivisme. Manusia menjadi kering, menjadi seperti robot. Hatinya sepi dan hidupnya rutin lagi kaku. Belum lagi alam yang memberontak dan menghancurkan yang namanya kemajuan dimana-mana. Bahaya perang hancur-hancuran terbayang di depan mata.