Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Cerita Samsul dan Pertanyaanku Untukmu

17 Juni 2016   11:26 Diperbarui: 17 Juni 2016   19:00 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
natural love | lisans.deviantart.com

Aku hendak berbagi denganmu. Berbagi cerita tentang kebahagiaan yang ironis. Atau kau boleh bilang absurd.

Pada malam yang merangkak pelan, ada seorang juru tulis muda yang tiba-tiba pulang ke rumah orang tuanya sambil berseri-seri. Di dalam kantung mantelnya yang lusuh dan bau, ia menyimpan koran yang sudah lecek. Sesekali tercium sisa alkohol dari mulutnya. Tapi ia tidak mabuk.

Gerangan apa yang membuatnya seperti itu?

Sehari-hari, sebagai juru tulis, wajahnya seringkali kaku dan lusuh. Seperti tumpukan dokumen surat yang ditulisnya lalu terbiar di sudut dingin ruang hingga diselimuti debu. Bahkan ketika masa terima gaji tiba, ia tetap saja kaku dan lusuh. Gajinya selalu tak cukup untuk membelikan ibunya peralatan menyulam yang baru atau tembakau yang lebih harum untuk ayahnya. Belum lagi untuk adiknya, gaji juru tulis tak pernah bisa membeli sepatu sekolah yang baru dan tangguh. Karena hidup seperti ini, si pemuda tak pernah bisa jatuh cinta.

Tapi kali ini, ia seperti bahagia sekali. Apa pasalnya?

Oh, oh, ternyata ada pada koran itu. Juru tulis muda menyerahkan koran dan meminta ibunya membaca. “Bacalah sampai selesai Bu..ya..di halaman depan, paling bawah sebelah kiri. Dengan suara yang keras ya Bu, agar semua bisa mendengarnya,” katanya. Matanya berbinar, ia memegang tangan ibunya dengan keras. Sesekali diciumnya.

Ibunya tentu bingung. Diperhatikannya halaman koran yang dimaksud anaknya. Ada berita pendek di sana, berita tentang peristiwa harian di kota mereka. Ya Tuhan, ada apa lagi? batin ibunya. Ibunya memilih membaca dengan keras.

“Pada hari Minggu kemarin, kecelakaan kecil terjadi di kota ini. Seorang pemuda yang baru keluar dari kedai minuman beralkohol dilindas dokar yang terburu-buru membawa perempuan muda yang sedang hamil besar. Kereta terbalik, pemuda itu tersungkur pingsan di jalanan yang becek. Perempuan muda hamil besar terpaksa melahirkan di kereta terbalik...

Polisi yang datang ke lokasi kemudian memeriksa perempuan muda itu lalu melarikannya ke rumah sakit. Sedang si pemuda harus disiram air agar siuman dan ditanyai kronologi kejadian yang naas tadi. Dari ceritanya, kemudian diketahui pemuda ini bernama Samsul, bekerja sebagai juru tulis perpustakaan kota...”

“Baca baik-baik Bu, Samsul, juru tulis di perpustakaan kota. Siapa lagi kalau bukan aku, anakmu. Ahaaa...anakmu diberitakan koran Bu..,” sergahnya di tengah jalan. “Tapi bukan itu saja yang penting. Lanjutkan membacanya Bu.”

“Polisi kemudian mempertemukan pemuda dengan perempuan yang baru saja melahirkan, agar tidak terjadi masalah di kemudian hari. Perempuan muda itu bernama Clara, seorang pengusaha yang bukan saja cantik namun juga kaya. Pertemuan mereka ternyata mengharukan, nona Clara justru berterimakasih karena kecelakaan dokar telah memudahkan ia melahirkan. Karena rasa berterimakasih itu juga, ia meminta kepada Samsul untuk menjadi suami. Agar bayi yang baru dilahirkannya memiliki ayah. Sungguh kisah kecelakaan yang berakhir romantis.”

Ibunya tak lagi sanggup menahan air matanya. Koran yang dibacanya terlepas dari pegangan. Ia memeluk tubuh juru tulis yang lusuh. Dicium kening anak muda itu berulang kali.

“Kau akan menikah, Nak.”

“Iya Bu...perempuan cantik,” jawabnya dengan keharuan yang pecah menjadi isak tertahan. Ayah dan adiknya yang sejak tadi hanya berdiri menyimak kini telah pulah bergabung. Mereka saling memeluk. Tangis kecil pecah dalam pelukan mereka.

Orang-orang selalu mencari jalan kebahagiaan. Beberapa yang tidak tahu jalannya bersedia membayar untuk duduk berjam-jam, mendengar ceramah, membiarkan otaknya menjadi celengan kisah kebahagiaan orang lain. Lantas pulang ke rumah dan memasang tulisan besar di kamar AGAR BEROLEH KEBAHAGIAAN YANG BENAR, KITA MEMBUTUHKAN PENGETAHUAN! Ah, orang-orang seperti ini selalu merasa bisa menguasai putaran hari-harinya. Orang-orang malang, mereka membuat perasaannya sekaku benda-benda.

Dan tentang cerita si Samsul barusan, apakah kebahagiaan yang diperolehnya adalah sesuatu yang ironis atau mungkin absurd? Kau mungkin akan mengatakan absurd. Tapi aku hendak bertanya padamu, saat seperti apa kau memastikan dirimu benar-benar bahagia secara spontan?

Bahagia tanpa rencana. Bahagia yang tidak menyalintambal ceramah orang lain. Pernahkah kau mengalami tragedi yang berakhir romantis?

***

[Diadopsi dari cerpen Kegembiraan karya Anton Chekhov. Terimakasih Mbah Chekhov!]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun