Ibunya tak lagi sanggup menahan air matanya. Koran yang dibacanya terlepas dari pegangan. Ia memeluk tubuh juru tulis yang lusuh. Dicium kening anak muda itu berulang kali.
“Kau akan menikah, Nak.”
“Iya Bu...perempuan cantik,” jawabnya dengan keharuan yang pecah menjadi isak tertahan. Ayah dan adiknya yang sejak tadi hanya berdiri menyimak kini telah pulah bergabung. Mereka saling memeluk. Tangis kecil pecah dalam pelukan mereka.
Orang-orang selalu mencari jalan kebahagiaan. Beberapa yang tidak tahu jalannya bersedia membayar untuk duduk berjam-jam, mendengar ceramah, membiarkan otaknya menjadi celengan kisah kebahagiaan orang lain. Lantas pulang ke rumah dan memasang tulisan besar di kamar AGAR BEROLEH KEBAHAGIAAN YANG BENAR, KITA MEMBUTUHKAN PENGETAHUAN! Ah, orang-orang seperti ini selalu merasa bisa menguasai putaran hari-harinya. Orang-orang malang, mereka membuat perasaannya sekaku benda-benda.
Dan tentang cerita si Samsul barusan, apakah kebahagiaan yang diperolehnya adalah sesuatu yang ironis atau mungkin absurd? Kau mungkin akan mengatakan absurd. Tapi aku hendak bertanya padamu, saat seperti apa kau memastikan dirimu benar-benar bahagia secara spontan?
Bahagia tanpa rencana. Bahagia yang tidak menyalintambal ceramah orang lain. Pernahkah kau mengalami tragedi yang berakhir romantis?
***
[Diadopsi dari cerpen Kegembiraan karya Anton Chekhov. Terimakasih Mbah Chekhov!]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H