Mungkinkah Tuhan didekati dengan ketakutan karena regulasi negara?
Dua catatan sederhana dari pengalaman menjalani puasa dalam keberbedaan ini cukup membantu membekali ruang batin saya dalam merantau dan berpindah hidup dalam lingkungan religio-budaya yang majemuk hingga hari ini. Ini tidak bermakna bahwa secara spiritual saya menjadi manusia yang lebih baik setiap hari. Bukan itu, karena sepenuhnya penilaian itu milik Sang Khalik.
Yang juga menjadi prasasti batin adalah dengan menjumpai pengalaman berpuasa seperti ini, saya berbangga diri sebagai manusia Islam Indonesia yang diberikan kesempatan beribadah puasa dalam lingkungan religio-budaya sangat majemuk. Dimana dengan begitu menjadi tahu bahwa kekayaan makna pluralitas bangsa tidak ditentukan oleh kehendak politis atas nama apa pun. Juga dengan begitu, menjadi tahu apa tanggungjawab saya untuk Indonesia Abad-21. Semoga saja.
Sudah mulai terang di langit Katingan Kalimantan Tengah sodara-sodari, mari memulai pagi. Salam.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H