“Eheem..”
Mulailah ia membaca:
Bungga...
Bungga tumbuh di karang laut,
Demikian cintaku, kepadamu selalu
Republik muda, Indonesia namanya
Tidak ada bungga, bunga woiiiii, teriak seorang warga. Tidak ada juga bungga tumbuh di karang kecuali bunga karang, gobloooook, teriak yang lain.
Huuuuuuuuu...seluruh hadirin berteriak..turuuuuuun, teriak mereka lagi..
Turun, turun, turun..makin ramai dan liar suara meminta tokoh kita ini turun. Tentu saja dia tidak akan turun. Dia masih berpikir dirinya Soekarno sih. Dan di bawah panggung sana bukan kumpeni.
Lalu meletuslah kekacauan kecil, kaleng minuman bersoda melayang ke panggung. Disusul botol air mineral. Kerikil dan teman-temannya. Gila masih bertahan juga tokoh kita ini. Bahkan ketika keadaan makin memanas, dengan sangat percaya diri, ia berkata pelan:
Sabar, sabar, sabar
Bungga bisa tumbuh di karang laut
Karena saya yang tanam, bukan kalian yang tanam!
Sesudahnya tokoh kita langsung melompat dari panggung dan lari secepat sonic menuju rumah pak RT. Di depan panggung, massa yang merasa tidak mungkin bunga selain bunga karang tumbuh di karang mengejar hingga tiba pula di teras pak RT.
Pak RT yang baru saja hendak menuju panggung terkejut , keramaian mulai bertumpuk di depan teras rumah.
“Ada apa ramai-ramai kesini?” tanya pak RT