Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tidak Soundsystem!

16 April 2016   18:32 Diperbarui: 16 April 2016   19:49 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Bullshit | belovedblame.deviantart.com"][/caption]

Bahasa melambangkan bangsa, begitulah peribahasa berpesan. Maka dengan memahami bahasa kita boleh bergaul dengan bangsa-bangsa di banyak belahan lokasi budaya di dunia. Ini kalau kita memahaminya dari sudut pandang pergaulan dunia, komunikasi lintas budaya.

Yang sering sedikit memusingkan dari bahasa adalah manakala ia menjadi bagian dari operasi kekuasaan, demi membela rezim tertentu. Misalnya saja dalam rezim yang otoriter, ketika sang penguasa mengatakan kebijakan membatasi jumlah partai adalah demi menjaga stabilitas politik sesungguhnya yang sedang dilakukan adalah membangun sistem yang memudahkan kontrol terhadap kelompok-kelompok kepentingan ujungnya agar kekuasannya lebih langgeng, tentu saja.

Sama juga ketika penguasa kota mengatakan demi ketertiban dan keindahan sesungguhnya tidak begitu. Sangat bisa jadi itu demi memuluskan rencana-rencana ekonomi tertentu yang mengejar kepentingan tertentu. Maka sesudah orang kecil yang dicap mengganggu ketertiban dan menciptakan kekumuhan dimusnahkan, tak lama berselang tumbuh mall di lokasi itu.

Kali ini ada sedikit cerita tentang bagaimana bahasa berselingkuh dengan kekuasaan. Tapi bukan dalam penggunanaan yang canggih seperti eufisme bahasa kekuasaan dalam rezim otoriter. Kali ini penggunaan bahasa yang salah kaprah karena kehendak cacat bernama: demi kelihatan keren dan intelek.

Ceritanya di ruangan sidang paripurna DPR, sidang legislatif. Kok legislatif lagi? Yah karena memang gak ada cerita di tempat lain. Kita mulai ya.

Dalam satu sidang sengit untuk mengambil keputusan apakah rencana studi banding disetujui atau tidak, para anggota legislatif berdebat sengit.

“Saudara-saudara yang terhormat. Sesudah konsultasi dan lobby anggaran dengan eksekutif, kita sepertinya harus mengubah rencana studi banding,” kata pimpinan dewan.

“Interuuupsiiiii..interupsiiii.” teriakan koor meledak. Protes.

“Tidak bisa begitu, Pimpinan. Kita harus tetap bertahan dengan tuntutan pertama: STUDI BANDING KE BANDUNG!”teriak salah satunya.

“Betuuul. Sepakaaat. Setuju...kita harus tetap bertahan dan berjuang ke Tiongkok..sekali Tiongkok tetap Tiongkok...”teriak anggota lainnya sambil membanting pin tanda anggota ke lantai dan menginjak dengan ganas. [Sadiiis, apa salah pin??]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun