Tempat ini mungkin telah memilih
memorinya sendiri;
bulan di kubangan
dan deret bohlam kusam,
kuda-kuda kayu letih
dan rasa perih mimpi
yang mengelupas
dari tidur
musim panas.
“Yang hilang dari pagi
adalah mimpi kehilangan,”
tulismu, pada sebuah pesan pendek.
Barangkali kamu, aku,
belum bosan berotasi.
Poros ini memang pernah
melontarkan kita
ke dingin dinding batu
lorong-lorong medina
yang tertahan dalam
sepasang sepatu.
Dan kita tersesat
sambil berpelukan
di gumam doa
tengah malam.
Tapi pada cermin yang berkarat
cuma ada pantulan
dari sebuah
titik berangkat.
“Cinta,” katamu,
“lebih baik tidak diucapkan.
Atau dia akan
Lenyap.”
Seperti biasa,
kita akan segera lupa
bahwa kita selalu pulang
pada luka
yang sama.
“Apakah pernah kukatakan
Aku mencintaimu?”
00:32, 29 Desember 2011
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H