Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Janji Hati Nyamuk di Malam Minggu

2 April 2016   22:31 Diperbarui: 2 April 2016   23:31 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Nyamuk Renta | skachkov.cgsociety.org"][/caption]Ada nyamuk muntah darah di malam Minggu. Darah hitam pekat membanjir dari mulutnya
Anak istrinya cemas, tetangganya datang bergegas
berkumpul mereka di balik gelap pakaian kotor yang digantung libur akhir pekan

Ingat si istri, sang suami baru pulang dari lingkungan kos-kosan
tambah si anak, sang ayah barusan tadi baik-baik sebelum terbang
Mereka semua jadi sibuk dalam bertanya, menyusun duga kemana saja
barangkali ia tersemprot marah baygon ibu kos  karena tunggakan mahasiswa
atau dipapar racun sisa Vape yang terbakar jiwa resah penanti transferan
atau menyedot darah dari kulit mahasiswi dengan pelembab autan

Di kos-kosan dekat kampus ungu, manusianya memang memelihara dendam kesumat kepada nyamuk
Berkawin benci, dendam bermutasi sadisme, gembira meremuk nyamuk yang sedang sakratul maut, persis tuan penjajah ketika menangkap pemberontak yang liat. Nyamuk-nyamuk sudah tahu, namun tetap kesitu. Ada candu adrenalin manakala menyedot darah dalam ancaman celaka. Sensasi yang tidak pernah dirasa lalat dan cicak. 

Kata bisik-bisik cemburu lalat kepada cicak, kesumat begitu wajar saja,
karena nyamuk sering merusak indah mimpi tubuh yang lelah menghapal diktat dosennya,
nyamuk juga suka menambah gerah dari hati penanti kiriman
dan paling parah: nyamuk nekad mengusik intimitas terlarang di balik gelap dingin papan
nyamuk memang hanya menambah penderitaan, merusak kesenangan

Masyarakat nyamuk yang berkumpul masih juga belum menemu jawab,
sesungguhnya pembuat kerabat ini celaka di malam Minggu apa
bagi nyamuk adalah lebih rela remuk bersimbah darah dikepruk marah telapak tangan
ketimbang pulang muntah darah dan menimbulkan takut bersama
menyaksi sesama muntah darah sama saja melihat aksi teror manusia,
korbannya mengenaskan, dalangnya tak ketahuan

barangkali kita perlu memberinya susu, berkata salah satunya
susu boleh menawar racun, bukan?
kini mereka mulai berharap susu sebagai penyelamat
susu kental? susu cap Nona? Seekor lagi bertanya
susu kaleng tak mempan, ini darah bukan pabrikan, sanggah paling tua
maka pergilah dua ekor dari mereka, yang paling lihai berkelit di langit kos-kosan
mencari air susu mahasiswi yang melahirkan diam-diam

10 menit kemudian,
Air susu ibu muda telah disaling, disuntikan ke jalan darah
Nyamuk yang muntah-muntah mulai reda penderitaannya
darah hitam tak lagi keluar, nafas memburu berangsur teratur

Kamu dari mana saja, Sayang? Tanya istrinya lekas
Jangan dulu ditanya macam-macam biar dia mengambil udara, sergah lainnya

Nyamuk yang barusan hampir mampus, kini duduk, matanya layu
Mengatur nafas, mengenang naas, membagi cerita celakanya:

Aku tadi pergi ke ujung gang, ke kosan yang remang
Ada seorang pemuda sedang terisak di bawah temaram lampu,
telanjang dada. Jadi kusedot saja darah dari depan jantung mudanya
pahit sekali kurasa, serasa ada kental jejak kesedihan di setiap sel-selnya,

di penghujung sedotanku, dalam puncak kental pahit darah,
terdengar suara peringatan:
Mohon tidak menyedot darah ini.
Sesungguhnya darah ini telah cemar
Oleh racun sepi dan sendiri 
yang terus diminum tubuh muda ini
bersama air matanya
di malam minggu yang kelabu, selalu begitu. Berempatilah!

Aduh, sudah terlanjur!

Sejak saat itu, demi menjaga empati
Nyamuk berjanji hati, mengharamkan diri menyedot darah muda yang sepi,
yang melepas air mata kesunyiannya di kelabu malam Minggu dengan sendiri

 

[2016]

*) Ujicoba "puisi naratif" yang diakibatkan mencari pemaknaan dari puisi Malam Minggu Joko Pinurbo. Terimakasih juga kepada Nyamuk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun