Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Inferior

31 Maret 2016   18:24 Diperbarui: 31 Maret 2016   18:46 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak muda itu datang dengan setengah tertunduk ke mejaku. Ia membawa pesanan yang baru saja selesai dimasak. Hampir tak berani menatap mataku, meletakkan sajian makan siangku pelan-pelan.

“Silahkan, Pak.”

Aku diam saja. Kuperhatikan tubuhnya dengan ketelitian yang menelisik.

Kulitnya hitam legam. Rambutnya disisir miring, pipinya tirus. Badan kurusnya ditutupi kemeja yang makin pudar warnanya. Sedang celana kain panjang yang menggantung di atas mata kaki jelas tidak pernah disentuh setrika selain juga pudar warnanya. Mungkin baju dan celana panjang itu adalah satu-satunya pakaian terbaik yang dimiliki. Anak muda ini jelas menanggung beban hidup yang tidak mudah dalam kemiskinannya. Tapi mengapa ia bertahan?

Kebiasaanku menelisik manusia yang baru kutemui memang sudah lama membiasa. Barangkali karena latar kerja sebagai perpanjangan tangan perusahaan tempatku bekerja dalam berurusan dengan orang banyak. Aku memang sering menyelesaikan orang-orang yang menolak ekspansi bisnis perusahaan, dengan cara yang baik atau tidak baik-baik.

Ya, aku bekerja pada sebuah perusahaan pengembang gedung-gedung komersil. Dan perusahaanku sekarang sedang naik daun, bisnisnya sedang berkembang. Terlebih ketika dalam pemilihan walikota kemarin kami menjadi inti kekuataan yang mendukung pihak pemenang. Sebagai imbalan beberapa rencana pengembangan kota ke dalam jejaring menara komersil diberikan kepada kami.

Sejarah memang dikendalikan mereka yang menang dan berkuasa, hahaha.

“Pak, masih ada pesanan yang belum diantar?”

Ah, anak muda itu datang lagi.

“Rasanya sudah semua.”

Dia kemudian kembali ke dapur dan aku berusaha memulai makan siangku. Berusaha?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun