Sembari menghalau jenuh yang menggantung di tanggal tua, saya membaca berita hidup selebriti. Seorang selebriti yang beberapa filmnya saya tonton hampir tanpa berkedip. Bukan karena kekuatan akting yang penuh penghayatan, tapi karena melihat keindahan penciptaan Sang Maha pada makhluk berjenis kelamin perempuan.
Perempuan ini lahir 16 Mei 1986 dan memulai karir aktrisnya pada tahun 2001. Pada film Transformerlah, ia mulai memikat saya. Di film ini, ia berperan sebagai montir cantik-seksi yang ketika berdiri di depan senja, matahari rasanya tidak perlu ada.
Andai saja bengkelnya berada di dekat Katingan, Kalimantan Tengah, saya pasti membawa perahu ces ke sana. Dan pasti dia terkejut dan akan bertanya:
“Lho, Bang, ini bengkel motor dan mobil, bukan perahu.”
Dan segera saya akan menjawab tanpa banyak berpikir.
“Saya bukan ke sini untuk perbaiki perahu. Saya mau mereparasi hati yang panas dingin karena pesonamu.” #eaaaaaa.
Sudah tahu orangnya? Kalau belum tahu, ya sudah.
Perempuan ini sekarang beranak dua pada usianya yang sudah masuk 29. Karena saya bukan tipikal fansnya yang ideologis, film yang terakhirnya yang saya tahu adalah Kura-Kura Ninja. Sesudah itu saya tidak tahu lagi kabarnya hingga membaca secara tidak sengaja beritanya itu.
Berita terbarunya bukan tentang filmya. Atau tentang skandal paling hot. Atau tentang heboh perceraiannya. Berita terbarunya adalah sikapnya terhadap pergaulan anak muda di social media. Dia katakan:
"Saya bukan penggemar berat social media. Menurut saya itu sangat beracun untuk budaya anak muda kita."
Racun yang dimaksudnya adalah sejenis kecanduan yang tidak sehat. Di social media, anak-anak muda sering membuat status atau memposting foto lalu berdebar-debar menunggu berapa banyak like dan komentar. Selain itu, juga sibuk menghitung jumlah pertemanan atau follower lalu merasa diri sebagai figur yang populer.