[caption caption="convozine.com"][/caption]
Kesekian kali, aku mencari kamu,
pada kalender yang lepas angkanya,
kabur keterangannya pula,
duh!
Pindah aku ke lembar buku,
menelusuri cerita harian penuh ditulisi kenanganmu,
tapi halaman-halamannya telah pula menjadi abu,
waduh!
Huuuuuh,
kemana lagi bisa kutemukan kamu?
Oh ya, barangkali di jendela, di depan temaram senja,
kamu senang duduk di situ, dulu
menantiku pulang membawa cinta,
untuk kalender yang tak lepas angkanya,
dan buku harian agar tak abu halamannya
Ganti aku bermenung di jendela,
memandang jalan nelangsa,
menghitung tiada yang berjaga,
menjumlah sunyi yang menjadi-jadi,
mendoa kamu kembali dari balik sepi
Sementara di langit gersang,
kulihat senyummu terbang,
menjadi gelap awan, hujan,
basah ke tanah, membasuh genangan-genangan kesepian,
Walau telah kutahu,
pada jendela yang makin sendu,
aku serupa ibu yang menunggu,
tak kenal waktu,
tak punya buku
setiap hari masih saja mencari-cari kamu!
Duh
Â
[2016, pada hari Puisi]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H