Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelah Nini yang Kembali

15 Maret 2016   23:22 Diperbarui: 16 Maret 2016   00:15 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Nini?

Haaaa. Aku berlari bersama tergelincirnya bayang dari tubuh yang kukenal setiap inci lekuknya. Tubuhmu Ni, tubuhmu yang lelah dengan betis yang makin berotot dan bergurat urat biru kehijauan seolah tersedot cepat ke dasar bantaran. Ketakutan dan kepiluan bercampur liar di hatiku.

“Niniiiiiiii......”

Lariku berhenti juga, tepat di posisi sempurna memandang tubuhmu yang menuju kaku di bawah sana. Rambut hitammu yang sering terikat itu kini tergerai dan berlumuran darah kental. Pecah.

Teriakanku menghempas segala kesunyian yang perlahan menuju malam di tepi bantaran. “Niniiiiiiiiiiiiiiii......”

Bantaran kali celaka telah mengambil hidupmu. Telah memisahkan kecupmu dari keningku yang manja. Telah mengambil igau tidur yang menjagaku sebulan terakhir. Jika saja dana proyek pembangunan dindingnya tidak dikorupsi, kau mungkin tidak harus menemui mati setragis ini Nini.

Kematian tidak boleh mengambilmu dari pelukku. Tidak boleh merenggut hidupmu dengan cara seperti ini.

Braaaaak...kraaak...kakiku tiba juga di dasar bantaran curam ini. Sepertinya pergelangan kakiku patah Ni. Kulihat bahumu masih bergerak bersama darah kental yang terus mengucur. Kau masih bernafas? Masih adakah sedikit sisa hidupmu yang boleh aku kenangkan? Kalau memang harus mati, matilah dalam hangat pelukanku. Maka dengan pergelangan kaki yang patah, tubuhku merayap menggapai tubuhmu yang makin pelan menunggu mati.

“Niiii...”

Dalam peluk dan kecup yang berulang, aku memanggil namamu, lirih bersama isak tertahanku yang sesak. Aku memanggil cinta yang kini makin pelan menghembus nafasnya. Ni, malaikat maut sedang mencabut nyawamu pelan-pelan, sayang. Kau tentu kesakitan sekali, kekasih. Tapi malaikat tahu kau kekasih yang seharusnya mendapatkan bahagia abadi.

Dalam peluk terakhirku, kusadari di genggaman tanganmu yang makin lemah, selembar kwitansi pembayaran motor Suzuki A100 terselip. Ni, kau telah lebih dahulu membayar motor yang masih menjadi anganku untuk membahagiakan langkah lelahmu menjaja gado-gado. Kau juga menempuh jalan pada bantaran laknat ini karena ingin segera memberiku kejutan dari buah lelahmu Ni. Baru kutahu, lelahmu yang mengingau karena kaulah yang memaksakan diri, bukan kerja kuliku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun