Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelah Nini yang Kembali

15 Maret 2016   23:22 Diperbarui: 16 Maret 2016   00:15 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Lumayan. Delapan puluh ribu per hari. Gimana?”

Pikiranku membayang, angan kecilku bakal terlaksana. Duit tabungan yang kusembunyikan hanya membutuhkan sedikit lagi tambahan agar boleh membawa pulang motor A100. Dengan bayaran sebesar itu dalam sebulan aku bisa menggenapkan tabungan 700ribu menjadi sejuta. Ah, Nini sayang, kelak kau tak perlu lagi berjalan kaki menjajakan gado-gadomu. Kau tak harus mengingau setiap malam dan membuatku terjaga selalu.

“Oke Jak. Aku ikut. Besok kita berangkat kan?”

Jaka hanya menganguk. Tersenyum. Aku pamit meninggalkan warung kopi di pinggir kali yang sering menjadi ruang jumpa kuli-kuli yang menunggu ajakan kerja. Langkahku hanya ingin segera tiba di kontrakan, menanti Nini pulang dan menceritakan ajakan kerja sebulan dari Joko.

Sesampai di rumah, matahari belum terlalu jauh tergelincir ke barat. Pintu rumah kontrakan masih seperti beberapa jam lalu ditinggal. Kau belum pulang. Atau sebaiknya kususul saja?

“Sebaiknya kususul saja.” batinku.

Langkah memburuku kali ini lebih cepat lagi. Ingin sekali berbagi kabar gembira. Sebulan akan memisahkan kita untuk sementara demi motor tua. Demi menjaga langkahmu menjauh dari lelah berkeliling.

Aku menyusuri pinggiran kali dan menuju kompleks perumahan yang padat. Sebenarnya pilihan rute yang berbahaya karena harus meniti bantaran curam yang belum selesai dibangun tanggulnya. Salah menginjak kaki bisa tergelincir dengan kepala menemui bongkahan beton kasar di dasar bantaran.Tapi ini satu-satunya rute yang cepat untuk tiba menjumpaimu, kekasih.

Tetiba saja, seratus meter di depan sana, teriakan histeris terdengar memekakan sepi.

“Naaa.....nn....”

Nini? Suaramukah itu? Panggilan terputus itu, teriakanmukah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun