Remuk, remuk. Baru dihadapkan dengan susah sebentar dan seuprit, merasa diri paling berhak menyatakan kritik.
Begitulah empat perjumpaan dan kejadian yang menampar idealismeku yang serupa orang mabuk itu.
Baru membaca sedikit, menantang diskusi ayah sendiri. Baru melihat halaman depan, sudah berkomentar seluruh isi pekarangan buku. Baru bisa "ngeyel" di ruang kuliah, merasa sudah boleh menginjak kemuliaan ilmu pengetahuan. Baru dikasih kesulitan sedikit, paling merasa berhak menghakimi kenyataan. Bersimpati pada penderitaan itu baik, tapi tanpa pemikiran yang matang, apa jadinya?Â
Memalukan, kalau bukan bisa menghancurkan!
Aslinya sih banyak kejadian memalukan dari orang-orang yang menunjukkan bagaimana manusia dan hidupnya, bagaimana idealisme itu sesuatu yang terus membentuk dirinya dalam pergumulan kenyataan, bukan berhenti dan mengutuki apa-apa saja yang dipandang berbeda. Idealisme atau idelogi, pesan Goenawan Muhamad adalah suluk, jalan ruhani, bukan benteng yang menjadi tertutup dan alat bertahan diri yang naif.
Tapi kukira empat peristiwa saja sudah cukup, masa iya buka kartu terlalu banyak? Huwo huwo. Sungguh, Mereka Bikin Aku remuk. Mereka Bikin Aku tahu diri.
Terimakasih pengalaman!
***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI