Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

[MBA] Mereka Bikin Aku..

25 Februari 2016   09:04 Diperbarui: 25 Februari 2016   10:21 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Ketika itu, aku semau-mau perut masuk ruang belajar. Rambut gondrong, sendal jepit, jeans satu-satunya, sobek dari paha sampai lutut. Jangankan mandi, cuci muka saja tak pernah. Yang menyelamatkan aku, karena sering duduk di depan dan selalu "ngeyel" mendebat penjelasan. Ruang belajar jadi hidup. 

Dosen-ayah angkatku ini tak pernah menegur langsung, ia hanya memandang penampilanku. Hingga menjelang ujian semester, beliau memanggil secara khusus, bicara dengan lembut, sebagai ayah kepada anak.

“Ji, kalau mau ujian, saya selalu rapi dan bersih. Bagi saya ujian ilmu adalah pengujian tanggungjawab kita di hadapan Tuhan, yang telah memberi akal yang normal. Saya selalu berdoa dengan khusyuk sebelum ujian, karena menghargai anugerah pengetahuan dari Tuhan. Pengetahuan yang harus saya pertanggungjawabkan sepanjang hayat.”

Apa yang terjadi kemudian kawan? Aku tertunduk, malunya bukan main. Tak ada kata terucap hingga beliau mengatakan, “pulanglah, kau tidak bersiap berbuka puasa?”

Ampuuun. Ampuun. Remuk ketiga terbaik yang kudapatkan.

Keempat, seorang warga di salah satu desa sungai tertinggal.

Ketika itu, aku sedang duduk di bangku depan rumah. Sambil membakar bekas tatakan telur demi mengusir nyamuk yang menyerang dalam gelap, aku memikirkan baseline sosial ekonomi desa-desa tepi sungai yang baru selesai dikumpulkan. Angka-angkanya bikin stres. Dalam hati, bagaimana bisa orang-orang desa di sini hidup dengan pendapatan harian paling banyak 50 ribu rupiah secara tidak stabil?

Lalu datang warga itu, bertanya: “Kamu kenapa? Ada masalah?”

Spontan aku jawab, “bagaimana bisa orang hidup dengan uang sejumlah 50ribu rupiah per hari?” Terbayang segala macam kritik atas pembangunan yang meminggirkan. Wajah Andre Gunder Frank, perintis Dependency theory tersenyum di kepala. Ada marah yang meluap diam-diam.

Dia balas menjawab, “itu kalau dapat Ji. 20 ribu saja sudah syukur.”

Aku diam. Lalu dia menambah lagi “begitulah orang-orang di sini hidup sepanjang tahun Ji. Mengeluh buat apa? Jalani saja.” Ampuun. Dalam hatiku, masihkah akan mengeluh tentang hidup dan stressmu yang kekanak-kanakan itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun