Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melihat "Bahasa Appeal" dalam Fiksi DesoL

10 Januari 2016   14:52 Diperbarui: 10 Januari 2016   22:48 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Begitulah tiga cerpen yang saya baca lagi pelan-pelan. Saya akan coba mengurai beberapa benang merah yang mengikat inti dari tiga cerita tersebut.

Pertama, tiga cerpen ini menggunakan sudut pandang orang pertama (sebagai aku adalah cara yang sering dipakai DesoL). Menggunakan sudut pandang aku jelas membawa pembacanya dalam petualangan di dalam diri manusia, tentang kegilaan, dendam, amuk murka, dan “perasaan-perasaan buruk” lainnya. Petualangan seperti ini menciptakan dialog diri dan tentang kemungkinan aku-aku memilih tindakan apa yang hendak dilakukan dalam situasi tertentu. Tidak ada benar dan salah disini atau mungkin juga benar dan salah dalam kesadaran subyek itu sesuatu yang sedang dihancurkan oleh kemungkinan bertindak yang berdiri di luar kategori benar salah itu.

Khusus pada Cangkir yang Indah, aku disana menolak semua anjuran moral tentang larangan membalas kejahatan dengan kejahatan sembari lebih menuruti kehendak dendamnya. Sementara pada Pembunuh Ibuku, aku adalah kehadiran subyek yang terbelah, subyek yang memiliki sadisme tersembunyi bercampur dengan halusinasi yang berbahaya sekaligus cinta luar biasa pada sosok Ibu. Sedang pada Aku dan Zainal, aku adalah subyek yang berusaha melawan kerasnya kota dengan naluri seperti kucing hingga mengakibatkan kematian anaknya tanpa dia sadari.

Kedua, benang merah itu adalah konstruksi sosok Ibu. Sosok Ibu, baik sebagai simbolisasi moral pun kasih sayang abadi, dihancurkan DesoL disini. Pada Cangkir yang Indah, pesan Ibu ditolaknya, pada Pembunuh Ibu, Ibu seolah kehadiran sosok yang "ambivalen", seolah benci tapi rindu pada sosok aku yang terbelah itu. Sementara pada Aku dan Zainal, ibu seolah kasih yang menjadi jahat dalam ketakberdayaan dan ketidaktahuan (memberikan arsenik yang disangka obat tidur).

Tidak ada simbol Ibu yang adiluhung dan citra sempurna dari kasih abadi yang biasa lazim dikonstruksi. Ibu ditangan DesoL menjadi retakan yang berupa banyak wajah. Konstruksi Ibu diberinya tanda tanya, pembaca dipaksa mundur lagi ke belakang, memeriksa lagi pengertian yang selama ini diadopsi.

Ketiga, susunan kalimat yang relatif pendek-pendek dan umumnya berkarakter aktif. Tidak terlalu banyak penggambaran yang meliuk-liuk, DesoL langsung mengajak pembaca ke dalam pusat masalah, isu utama dalam cerpen-cerpennya. Sesekali ia berusaha mencampur itu dengan ironi, seperti berburu sisa makanan dengan kucing atau menampilkan sadisme, menusuk daging berkali-kali. Pembaca didorongnya masuk ke sana lalu merasakan ironi dan sadisme itu bekerja menggerayangi suasana hati, diguncang.

Inilah tiga benang merah yang juga menurut saya seperti mewakili tiga pengertian cara bertutur instruksi yang dimaksud Ignas Kleden di atas. Cara tutur yang bisa kita ringkas sekali lagi : cara bertutur yang menyukai benturan atas kategori-kategori tentang yang baik-bagus-indah-bermoral, menyukai petualangan dalam diri manusia, melihat dinamika perasaan dan konflik yang menyertai, dan penggunaan kalimat yang langsung pada sasaran, tidak meliuk.

Model bahasa instruksi memang bisa mengguncang susunan psikis dan memaksa kita melihat lagi kategori-kategori biner (benar-salah, baik-buruk, hitam-putih) dalam sebuah cerita yang menawarkan petualangan-petualangan perasaan yang ganjil. Bahasa seperti ini kata Ignas Kleden ditujukan untuk menantang pembacanya, bukan mengajak larut dan merenung seperti bahasa deskripsi. Saya rasa itulah mengapa cita rasa cerpen DesoL sedikit berbeda, karena ia menantang!

Sudah dulu, sampai disini saja. Sekali lagi, ini sebuah ujicoba membaca sejenis penggunaan bahasa atau modus bertutur instruksi. Perlu disadari, ini bukan sebuah cara memberi bingkai pandang terhadap cerpen karya K'ers. Ini sekedar ujicoba saja, dan semoga usaha ini ada berguna.

Selamat sore, selamat menjemput Senin, Salam!

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun