Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Doa di Atas Keramba

7 Januari 2016   18:12 Diperbarui: 8 Januari 2016   05:59 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Berapa banyak persisnya yang mati?”

“5000 lebih Ji.”

Waduh, lebih dari setengah, batin saya.

“Iya, saya mau ke sana, kita nanti pertemuan ya Bu.” jawab saya kemudian bergegas ke arah hulu desa dimana 5000 bibit ikan Nila mati mendadak. Andai kematian anak manusia, masih mungkinkah kami sanggup menghadapi kenyataan ini?

Sesampai di hulu, langsung saja yang menuju lokasi keramba. Seorang Bapak sedang bersiap mandi. Melihat saya datang, ia menunda sebentar, menuntun langkah ke keramba. Saya menghampiri, menjabat tangan dan tersenyum.

“Bah, apa kabar?,”tanya saya.

“Bahalap ja.” Jawabnya lagi.

“Alhamdulillah.”

Kami lalu duduk di atas karamba, tutupnya dibuka. Saya menengok ke dalam, sepi-sepi saja. Jam makan memang sudah lewat. Bapak ini lalu bercerita sebab apa yang membuat kematian mendadak itu datang.

Menurut analisisnya, kematian itu dikarenakan letak keramba yang berada dekat muara anak sungai yang tersambung dengan lahan pertanian padi ladang warga desa. Pagi ketika ikan dilepas, sore harinya turun hujan deras yang membuat air berwarna putih. Kemungkinan warna putih itu adalah racun yang dibawa air hujan dari dalam ladang pertanian atau juga sisa gambut terbakar. Barangkali tingkat keasaman air mendadak berubah dan membuat anak-anak Nila yang malang itu mengalami kematian dalam jumlah massal.

Saya tidak menjawab apa-apa. Diam dan menduga-duga. Bisa jadi benar karena sesudah dipindah ke bagian hulu muara anak sungai itu, tak ada lagi kematian datang dalam jumlah massal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun