Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Paris Attack, Karakter Bane dan Psikologi Teror

19 November 2015   09:35 Diperbarui: 19 November 2015   15:28 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya penggemar film Batman, khususnya pada Trlogi yang dikembangkan oleh Cristopher Nolan.

Bagi saya, Nolan adalah sutradara yang cerdas dalam membangun karakter antagonis dalam film trilogi itu. Jadi saya tidak terlalu menyukai Batman walau Nolan membuatnya menjadi sosok hero yang manusiawi, manusia sejarah yang kongkrit. Batman dibuatnya sebagai citra manusia yang ketakutan, patah hati, kaya, kesepian, dan mengalami pasang surut semangat dan keyakinan namun tetap bertahan menyelamatkan Gotham.

Karakter antagonis yang dibangun Nolan dimulai dari perkumpulan rahasia terlatih juga ideologis bernama Rash Al Ghul. Perkumpulan yang berusaha melawan kehancuran masyarakat dengan merevolusi tatanan yang ada. Rash Al Ghul bisa dimaknai sebagai kelompok teror yang terlatih dengan kehendak ideologi membangun masa depan baru dengan menghancurkan tatanan yang dipandangnya sakit. Ada ideal yang ditawarkan mereka. Kisah ini tergambar dalam sekuel pertama, Batman Begins (2005).

Lalu pada sekuel kedua, The Dark Knight (2008), sekuel yang bikin saya makin takjub, Nolan membangun karakter Joker yang sangat jenius, gila, gembira dan unpredictable. Joker dibuatnya menjadi kehadiran sebuah ekstrim dalam susunan kejahatan yang tak tertafsirkan.

Joker menjiwai kejahatan sebagai kejahatan. Joker tidak memiliki daya dorong psiko-ideologi seperti Rash Al Ghul. Joker bertindak menuruti naluri gembira kegilaannya dengan sasaran akibat menebar kekacuan total masyarakat yang munafik dan sakit. Joker hadir tanpa utopianisme masyarakat baru; Joker adalah pesan dari kejahatan yang kini dan disini. Joker hanya hadir untuk membawa kita berkaca pada bentuk paling ekstrim kegilaan dan kejahatan. Ungkapan paling terkenal dari kegilaan Joker yang tanpa utopianisme itu adalah Why so Serious?

Pada sekuel terakhir, The Dark Knight Rises (2012), lagi-lagi Nolan menunjukkan kecerdasan tafsirnya. Ia melahirkan sosok Bane--yang diabaikan dalam film Batman sejak pertama diproduksi--manusia bertopeng yang melanjutkan cita-cita Rash Al Ghul yang tertunda. Dari balik topengnya, Bane melestarikan rasa sakit yang marah sebagaimana suasana batin di balik topeng ninja dalam anggota Rash Al Ghul.

Melihat situasi dunia hari ini, khusus dalam kaitan dengan Paris Attack (2015), dimana serangan teror yang diklaim sebagai ulah kelompok ISIS itu menghadirkan kecemasan ke seluruh penjuru dunia, saya jadi terkenang pada karakter Bane konstruksi Nolan.

Saya merasa ada beberapa konsepsi dalam film terakhir trilogi Batman Nolan yang barangkali penting diperhatikan lagi. Khususnya dalam kepentingan menelisik jejak psiko-historis yang mengendap dalam ruang batin pelaku teror.

Tentu saja apa yang dibangun dalam film tidak bisa secara otomatis dimaknai sama dengan pergulatan nyata kenyataan walau dalam kajian geopolitik mutakhir produk budaya pop sudah mulai dijadikan sebagai salah satu unit analisa dalam mengenali kekuatan soft power sebuah bangsa.

Teror Bane adalah teror dalam film, sedang teror ISIS adalah teror sebagai film (: pertunjukan ketakutan ?). Sementara faktor pembeda lainnya adalah utopianisme Bane berakar dalam cara pandang sekuler, berbeda dengan tafsir yang dibangun ISIS. Bane lahir dari kota yang sakit, kota dimana kemiskinan dan kekayaan tumbuh dalam kontras sempurna, sedang ISIS “terlahir” dari sebuah kompleksitas perseteruan geopolitik di Timur Tengah yang jejak awalnya bahkan bisa dirunut sampai ke tahun 1800an.

Bane mewakili sebuah karakter teroris modern yang bisa dijadikan bahan belajar. Lebih spesifiknya, dengan melihat sekilas struktur psiko-historis di balik aksi teror.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun