Hadeeh!
Lalu Lupa memutar pandang, kembali pada Maklumat. “Ooh, tentang sanksi pidana bagi pelaku pembakaran hutan, lahan atau ilalang/semak belukar”, memanggut Lupa dalam seolah mengertinya. Lupa melihat pasal per pasalnya, melihat ada kuasa disana, bukan sekedar bahasa hukum.
Lupa tak puas, ia periksa lagi kata-katanya, lebih dalam, lebih tenggelam, wooh, ada kuasa yang megap-megap, kakinya dibekap asap, hidupnya pengap. Ah, sayang, pasal yang mati sebelum lahirnya. Pasal yang seperti takdir Sisifus, kisah sebuah kesia-siaan, kata Lupa mengenang cerita Camus.
Lupa lantas mundur lima langkah, melihat keduanya dari satu arah pandang yang sejajar. Terlihat hubungan itu : poster politik dan maklumat hukum.
Yang satu mengumbar janji, satunya lagi menebar sanksi. Bagaimana kalau keduanya bersekutu, jadi janji mengumbar sanksi. Apakah cocok begitu? Atau sanksi mengumbar janji, apakah bagus begitu?
Lama Lupa diam di depan keduanya. Menimbang kata hubung lain yang tepat. Mencari lagi apa yang belum ditemuinya pada lipatan di balik teks itu. Berharap bisa menyelamatkan kuasa yang sedang menempuh takdir Sisifus tadi.
“Permisi pak, jangan menghalangi”, perintah sebuah suara berseragam. Lupa mundur, kali ini tambah empat, jadi total sembilan langkah mundurnya.
Suara yang datang itu menempel kertas yang tebal lagi lebar sekali. Dua poster tadi, tentang mengumbar janji politik dan sanksi hukum itu segera saja lenyap ditelannya.
“Paak, jangan ditutup dong, saya masih belum selesai”, protes Lupa segera saja.
Malang tak dapat ditolak, suara itu tidak peduli. Tetap saja ia membasuh lem, lalu menempelkan. Sesudahnya, pergi.
Lupa terus membaca tulisan besar-besar yang menutupi itu :
JANGAN MEMASANG POSTER KAMPANYE DAN MAKLUMAT DI PINTU TOILET UMUM INI!!