Kegagalan kita memahami atau "memberi bentuk" (: menyusun pengetahuan yang benar) pada penampakan alam raya bisa mengakibatkan kekosongan yang serius dalam kedirian manusia. Mungkin kekosongan itu yang mengakibatkan satu rasa sendiri, takut, cemas dan tak berdaya. Kita terus berusaha memberi bentuk tadi lewat segala rupa upaya yang mewujud dalam filsafat, seni, atau sains.
Tapi, tetap saja tersedia satu ruang yang dimana kita tidak bisa sepenuhnya memahami alam. Atau dengan kata lain, masih saja ada satu jejak yang tak bernama dari kehadiran alam, masih saja ada kehadiran yang deformatif alias tidak berbentuk. Koherensi yang dibayangkan dalam kesatuan seimbang dalam relasi alam makrokosmos dan mikrokosmos, oleh mata tajam Nietzsche, bisa jadi adalah selubung, permukaan yang dipaksakan.
Pada dasarnya, relasi seperti itu sengaja diadakan agar manusia memiliki pengangan, sebagai cara untuk menutupi kebutuhan akan rasa percaya. Barangkali seperti itu. Tapi, adalah lebih baik kuliah Romo Setyo Wibowo disimak berkali-kali untuk menemukan maksud yang lebih terang dari Nietzsche. Lantas, ketika menyimak kabut di atas DAS Mentaya tadi, saya melihat sisi yang tidak terjamah, yang menyelubungi apa-apa yang tidak bisa saya lihat dan bisa saya lihat.
Sebagaimana ketika saya menikmati Senja Yang Berpuisi di DAS Katingan. Ini bukan semata daya jangkau mata, tetapi juga daya sibak pengetahuan. Alam selalu bisa berdiri tegak persis ketika pengetahuan dan nafsu kuasa manusia berusaha melipat-remukkannya.
Selalu ada daulat tertentu yang selalu tertawa terbahak-bahak ketika manusia berusaha memahami dengan sangat serius gejala-gejala yang disemburkannya. Untuk kebutuhan sendiri, saya memang harus lebih dalam memahami lagi pemikiran manusia yang memberi pukulan palu pada klaim-klaim modermisme. Dan, selalu lebih rajin menikmati pagi, dengan kabut atau tidak.
"Alam suka menyembunyikan dirinya', kata filsuf Herakleitos (550-480 SM). Saya rasa kata-kata ini masih benar. Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H