Gegara lidah Ahok, pikiran seperti ditonjok!
Sebagaimana diberitakan Kompas.com, Gubernur Ahok bilang "Cara-cara yang membuat PNS melawan dirinya adalah cara-cara VOC!"Â
Sepertinya maksud Ahok adalah politik pecah belah kongsi dagang Belanda yang legendaris itu. Dimana kita tahu melalui sejarah, dengan politik pecah belah, VOC menciptakan kaki tangan dan pengkhianat dalam satu sistem kekuasaan lokal.Â
Targetnya adalah untuk menghancurkan kekuasaan yang melawan dirinya. Selanjutnya, dalam kondisi terpecah belah, VOC mengambil kendali atas situasi, menjadi penguasa yang monopolistik.Â
Menyebut cara-cara VOC itu juga sama dengan mengatakan 'cara-cara tuan-tuan penjajah' masih eksis dalam sistem kekuasaan Indonesia modern. Cara-cara atau kultur yang ternyata mampu terus bertahan, kenyal melawan perubahan zaman, melampuai sejarah VOC sendiri.Â
Kultur politik kekuasaan yang gemar memecah belah, mencipta pengkhianat, 'perang saudara' dan chaos, lantas mengambil manfaat sebanyak-banyaknya dari kondisi chaos.Â
Pendek kata, yang fana adalah pejabat kolonial, kelakuannya abadi!
Ketika Ahok mengucap ada cara-cara VOC itu pada saat bersamaan,saya jadi terkenang pada peringatan dari para penganut paradigma postkolonial dalam kajian kebudayaan.
Peringatan Paradigma Postkolonial
Postkolonial bukan semata periodisasi atau kondisi sesudah dijajah. Lebih dalam, dalam pemahaman saya, paradigma postkolonial  berusaha menunjukan jika pada negara-negara bekas jajahan di era merdeka justru menjadi 'agen-agen' dari pewarisan citra diri, cara berfikir, cita rasa estetik, refrensi nilai, atau singkatnya kultur tuan kolonial.Â