Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ahok Versus "Cara Politik VOC": Menyimak Peringatan Postkolonial

22 Maret 2015   11:41 Diperbarui: 31 Oktober 2019   16:56 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gegara lidah Ahok, pikiran seperti ditonjok!

Sebagaimana diberitakan Kompas.com, Gubernur Ahok bilang "Cara-cara yang membuat PNS melawan dirinya adalah cara-cara VOC!" 

Sepertinya maksud Ahok adalah politik pecah belah kongsi dagang Belanda yang legendaris itu. Dimana kita tahu melalui sejarah, dengan politik pecah belah, VOC menciptakan kaki tangan dan pengkhianat dalam satu sistem kekuasaan lokal. 

Targetnya adalah untuk menghancurkan kekuasaan yang melawan dirinya. Selanjutnya, dalam kondisi terpecah belah, VOC mengambil kendali atas situasi, menjadi penguasa yang monopolistik. 

Menyebut cara-cara VOC itu juga sama dengan mengatakan 'cara-cara tuan-tuan penjajah' masih eksis dalam sistem kekuasaan Indonesia modern. Cara-cara atau kultur yang ternyata mampu terus bertahan, kenyal melawan perubahan zaman, melampuai sejarah VOC sendiri. 

Kultur politik kekuasaan yang gemar memecah belah, mencipta pengkhianat, 'perang saudara' dan chaos, lantas mengambil manfaat sebanyak-banyaknya dari kondisi chaos. 

Pendek kata, yang fana adalah pejabat kolonial, kelakuannya abadi!

Ketika Ahok mengucap ada cara-cara VOC itu pada saat bersamaan,saya jadi terkenang pada peringatan dari para penganut paradigma postkolonial dalam kajian kebudayaan.

Peringatan Paradigma Postkolonial

Postkolonial bukan semata periodisasi atau kondisi sesudah dijajah. Lebih dalam, dalam pemahaman saya, paradigma postkolonial  berusaha menunjukan jika pada negara-negara bekas jajahan di era merdeka justru menjadi 'agen-agen' dari pewarisan citra diri, cara berfikir, cita rasa estetik, refrensi nilai, atau singkatnya kultur tuan kolonial. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun