Mohon tunggu...
Tuti Trisnowati
Tuti Trisnowati Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Teacher, Bloger dan suka traveling. Menulis adalah salah satu cara untuk terus belajar, berkembang dan meningkatkan kompetensi diri.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Berendam untuk Menghilangkan Haus, Kenangan Puasa Masa Kecil

2 April 2023   22:33 Diperbarui: 2 April 2023   22:40 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image: created by canva

"Bun... aku haus", rengek bungsuku, padahal waktu baru saja menunjukkan pukul 14.00 siang.

"Aku mau minum ya bun...tenggorakanku kering, katanya lagi.

"Sabar ya dek..., kan ade sedang puasa", sahutku  sambil membujuknya.

"Ade mau main mobilan atau kereta? Tanyaku, untuk mengalihkan rasa hausnya.

" Gak ah, bun..... aku bosan, kan tadi udah mainan, ujarnya.

"Aku...haus, aku mau minum saja bun! Rengeknya mulai tak sabar.

"Hmmm.....gimana klo ade mandi lagi sambil berendam, mau....?" rayuku padanya.

"Horee..., aku mau buun", teriaknya kegirangan.

********

Ramadan tahun ini adalah puasa pertama bagi si bungsu, yang baru menginjak usia 5 tahun. Sebelumnya ia hanya berlatih puasa hingga waktu zuhur.

Melihat tingkahnya, yang  terlihat kepayahan karena menahan haus, tetapi berubah semangat dan girang karena diizinkan mandi membuatku terkenang pada masa kecil saat berpuasa.

Dulu, saat kecil dan berpuasa sementara siang hari terasa begitu terik, aku pun merengek dan minta mandi pada ibuku. Tak sekedar mandi bahkan berendam. Rasanya....tubuh menjadi lebih segar dan seolah lupa akan rasa lapar dan haus yang dirasa.

Kalau sudah berendam, serasa tak ingin keluar dari kamar mandi. Setelah 1-2 jam berendam, biasanya ibu akan berteriak menyuruhku berhenti berendam, Ayoo...sudah mandinya! nanti masuk angin, begitu katanya.

Kalau saja tak dimarahi ibu, karena terlalu lama berendam, mungkin bisa sampai magrib. Heee

Masa kecil yang kualami, teknologi masih sangat sederhana, era tahun 90-an. Jangankan Handphone  televisi pun masih hitam putih dengan chanel yang terbatas. Ditambah untuk menonton terkadang harus berebutan dengan adik-adikku.

Sejak kecil, aku senang membaca, tetapi buku bacaan sangat terbatas.  Akibatnya aku suka membaca koran "Pos Kota" yang selalu dibawa sepulang bapakku  bekerja. Semuanya kubaca habis termasuk kolom : Nah Ini Dia! Upps..

Tetapi....seringkali, keasyikanku membaca koran harus terhenti. Karena belum selesai dibaca pasti sudah ada tetangga yang datang untuk meminjam, untuk mencari lowongan kerja katanya.  Dan kalau sudah begitu, koran pun tidak akan kembali, karena terus akan berganti pembaca sampai  tetangga ujung rumahku.

Akhirnya, aku pun melangkahkan kakiku ke rumah temanku, menghabiskan waktu membaca beraneka komik yang tersedia di rumahnya, Ya... ayahnya menjadikan teras rumah kontrakannya sebagai tempat penyewaan buku.  Aku masih ingat, yang sering kubaca adalah kisah detektif  lima sekawan dan Wiro sableng 212, aku suka sekali dengan kemahirannya pencak silat dan tingkah-tingkah konyolnya.

Saat azan magrib, tentulah saat yang paling berbahagia versi anak kecil. Bisa berbuka dengan beraneka makanan yang disiapkan oleh ibu. Apapun ingin dilahap, hingga kadang kekenyangan dan perut rasanya sangat penuh dan jadi malas salat.

Kalau sudah begitu, biasanya  ibu akan berkata. Nah...kan, sudah dibilang, jangan terlalu banyak makannya, jadi tidak bisa salat nanti. Ayoo, bergegas....itu temanmu sudah menyamper.

Walau awalnya berat, karena perut kekenyangan, tetapi setelahnya adalah hal paling menggembirakan. Saat tarawih di bulan puasa, adalah saat menyenangkan.  Jarak rumah dan masjid tempatku biasa salat isya dan tarawih cukup jauh, saat itu hanya itulah masjid satu-satunya di pemukiman rumahku.

Tak ayal, masjid selalu ramai. Tak Cuma warga yang akan salat tetapi juga para pedagang  yang berjualan di depan pintu masjid.  Nah, kalau lelah tarawih biasanya digunakan untuk jajan. Tapi tak sedikit temanku yang ujung-ujungnya tidak tarawaih tapi malah main dan hanya jajan. Kalau aku sih tidak... tetap tarawih karena tidak dikasih uang jajan, haha.

Masa itu, rasanya belum banyak orang yang memiliki sepeda motor seperti saat ini, jadi kanan kiri jalan menuju masjid, penuh dengan warga yang berjalan kaki  hendak melakukan salat isya dan tarawih berjamaah. 

Aku  yang berjalan di belakang ibuku, saat akan tarawih, sering sekali melihat ibu atau tetangga lainnya  jika berpapasan dengan temannya di jalan,  mereka bersalaman dan akrab mengobrol, silaturahim dan kekeluargaan terlihat begitu kental, berbeda dengan masa kini yang budaya salaman semakin terkikis sejak pandemi melanda.

Tapi, dasar anak-anak, kadang ada saja teman laki-laki iseng menggoda sepanjang perjalanan menuju masjid, kalau ini suka bikin kesel hee.

Omong-omong soal  salat tarawih di masa kecil, ada saat yang paling ditunggu-tunggu yaitu, ketika ramai-ramai dan berebutan meminta tanda tangan ustaz yang cermah dan menjadi imam salat tarawih.  Terkadang ada berantem atau nangis karena kalah berebutan, lucu ya.... dan biasanya ustaz akan menertibkan. Jadi yang paling tertib akan dapat tanda tangan terlebih dahulu.  

Biasanya timbul kebanggaan tersendiri saat mendapatkan tanda tangan  duluan, sementara yang lain masih antri. Dan mengolok teman yang belum dapat, heee....Dasar anak kecil ya!!!

Ini adalah tugas rutin yang diberikan bapak ibu guru saat ramadan tiba, tak cuma itu kita pun harus menyimak isi ceramah dan mencatatnya pada buku tersebut.  Mencatat dan membuat kolom-kolom sendiri di buku tulis, bukan LKPD atau agenda yang  diterbitkan percetakan seperti saat ini ya.... setelahnya ditanda tangani orang tua, dan saat masuk sekolah setelah libur idul fitri buku tersebut di setorkan kepada guru untuk dinilai.

Hal ini tak tampak di masjid sebelah rumahku saat ini. Zaman memang sudah berubah!

Rindu kenangan masa kecil yang damai.

Terimakasih kompasiana, memberikan kesempatan menuliskan nostalgia ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun