Mohon tunggu...
Ema Tusianti
Ema Tusianti Mohon Tunggu... Ilmuwan - I'am a statistician

Menulis untuk menjaga kewarasan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Setiap 10 Menit Satu Bayi Meninggal di Indonesia

5 Mei 2023   10:24 Diperbarui: 5 Mei 2023   16:38 1023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bayi. Sumber: Shutterstock via kompas.com

Menurut WHO, angka kematian bayi baru lahir (newborn) di Indonesia termasuk yang tertinggi di dunia, mencapai 56 ribu pada tahun 2020. Angka ini setara dengan kondisi di Tiongkok. Pada dasarnya kematian bayi baru lahir dapat dicegah karena gangguan risiko dapat diatasi sejak dini. Namun demikian mengapa hal ini masih saja terjadi? 

Apabila mengamati strategi yang disarankan WHO, perawatan bayi baru lahir harus dilakukan secara paripurna mulai dari dalam kandungan hingga 28 hari kehidupan. Pada periode tersebut bayi masih sangat rentan. 

Menurut catatan WHO, 75 persen kematian bayi, terjadi pada minggu pertama hidupnya. Setiap hari di dunia ada 6.400 bayi meninggal sebelum 28 hari.  Sementara itu, berdasarkan hasil Long Form Sensus Penduduk 2020 (SP2020), diantara 1.000 kelahiran  hidup, terdapat  9–10 bayi di Indonesia yang meninggal sebelum umur 1 bulan.

Sumber: BPS, Hasil Long Form SP2020
Sumber: BPS, Hasil Long Form SP2020

Perawatan bayi baru lahir (newborn) ini perlu dilakukan secara berkesinambungan oleh tenaga kesehatan terlatih. Perawatan juga disarankan dilakukan oleh orang yang sama agar mengetahui riwayat kesehatan ibu dan bayi tersebut. Untuk kasus bayi yang berisiko meninggal dunia, perlu perawatan di fasilitas kesehatan yang memadai. 

Sayangnya, untuk daerah yang memiliki masalah geografis, akses menjadi sebuah kendala. Dari data Potensi Desa (PODES) 2021 di Indonesia terdapat 13,5 ribu desa yang tidak memiliki fasilitas kesehatan, dan 17 ribu yang tidak tersedia bidan. 

Desa-desa yang tidak terdapat tenaga kesehatan maupun fasilitas kesehatan, rata-rata harus melakukan perjalanan lebih dari 70 Km untuk menuju wilayah yang memiliki rumah bersalin atau rumah sakit bersalin. 

Penduduk di desa tersebut rata-rata harus menempuh lebih dari 40 Km menuju praktik bidan terdekat. Selain itu, penduduk desa yang tidak memiliki fasilitas kesehatan, lebih dari 30 persennya harus mengeluarkan biaya lebih dari 500 ribu rupiah menuju fasilitas kesehatan tersebut.

Untuk mengatasi akses ibu hamil yang jauh dari fasilitas kesehatan, upaya yang dilakukan pemerintah adalah menyediakan rumah singgah/rumah tunggu kelahiran/ rumah bersalin sementara yang ditujukan untuk mendekatkan fasilitas kesehatan ke lokasi ibu hamil yang diduga memiliki risiko. 

Rumah singgah tersebut merupakan akomodasi yang disediakan sementara untuk melahirkan dan pasca melahirkan. Rumah tersebut merupakan rumah kader, perangkat desa atau rumah yang sengaja dibangun untuk melahirkan. 

Namun efektivitas penggunaan rumah singgah menurut berbagai kajian masih belum optimal. Hal ini dikarenakan berbagai hal. Pertama, keterbatasan tenaga kesehatan yang siap siaga setiap waktu. Apabila fasilitas ada namun SDM yang melayani tidak tersedia maka upaya akan sia-sia. 

Kedua, rasa ketidaknyamanan ibu melahirkan yang disebabkan oleh kurang adanya privasi, ditambah perasaan yang tidak betah ketika berada di rumah orang lain. Bagaimanapun, melahirkan di rumah sendiri lebih tenang dari melahirkan di rumah tetangga. 

Ketiga, hal yang membuat ibu hamil tidak dapat berlama-lama tinggal di rumah singgah adalah kurangnya fasilitas untuk keluarga. Pada umumnya, ibu melahirkan diantar oleh keluarga besar. 

Hal ini merupakan salah satu budaya orang Indonesia. Kehadiran keluarga besar memberikan dukungan psikologi bagi ibu melahirkan. Dengan kondisi tersebut, maka rumah singgah harus menyediakan akomodasi bagi keluarga yang mengantar. Hal ini menjadi salah satu tantangan penyediaan rumah singgah di Indonesia dan negara lain yang memiliki budaya yang sama. 

Apabila fasilitas rumah singgah dirasa kurang nyaman bagi ibu melahirkan dan keluarga besarnya, maka ada potensi si ibu dan bayinya pulang lebih cepat dari waktu yang disarankan oleh WHO. 

Bagi bayi yang memiliki risiko kesehatan, hal ini akan  memperburuk kondisi atau berujung kematian. Oleh sebab itu, kapasitas dan kualitas rumah singgah perlu ditingkatkan. Dukungan keluarga juga sangat diperlukan agar ibu bersalin dapat dengan nyaman dan betah tinggal di rumah singgah. 

Disamping itu, perlu adanya dukungan dan partisipasi aktif dari Lembaga Sosial Desa, khususnya Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan para Bidan di Indonesia untuk membantu mengoptimalkan fungsi rumah singgah. 

Hari ini tanggal 5 Mei yang bertepatan dengan Hari Lembaga Sosial Desa dan Hari Bidan Internasional, penulis ingin mengucapkan Selamat Hari Lembaga Sosial Desa dan Hari Bidan Internasional. Terimakasih untuk para perangkat dan Bidan Desa atas upaya yang telah dilakukan dalam mengurangi kematian bayi di Indonesia. Semoga Indonesia Sehat dapat terwujud!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun