Kalau dilogikakan, rasanya tidak mungkin sebuah karya yang tertuliskan selama 33 hari menjadi salah satu pemenang dari 1316 naskah yang masuk ke meja panitia (Pusbuk 2010). Allahuakbar. Dialah Yang Maha Menentukan....."
KALA ITU kepedihan tengah mendera jiwa meskipun diri ini paham bahwa manusia itu cepat atau lambat akan diuji oleh Tuhan-nya dengan ketakutan, kehilangan, kemiskinan, dan kawan-kawannya. Dalam penatnya fikiran, akhirnya 8 Desember 2009 aku putuskan untuk menulis kisah bertajuk KIDUNG MASA KECIl yang merekam masa nano-nanoku saat diriku masih kecil (duduk di bangku sekolah dasar).
Selama 33 hari bertempat di lab IDEC-704 sebanyak 33 seri tulisan berhasil aku tuangkan. Dengan bantuan rekan-rekan yang berbondong-bondong memberikan masukkan, akhirnya kuperpendek kisahku menjadi 27 bab. Hampir tiap malam kata demi kata dalam tulisan aku baca kembali dan edit sana sini. Puncaknya suatu malam aku mendapatkan informasi bahwa Pusat Perbukuan-Depdiknas RI menggelar Sayembara Penulisan Naskah Buku fiksi dan non fiksi FY 2010.
Dengan bantuan staf Tata Usaha SMA Negeri 1 Sigaluh (Ibu Wiwit dan Mas Udin), naskahku pun dicetak dan jilid serta disyahkan oleh Kepala Sekolah. Tepat 1 Maret 2010 (dead-line), Ibu Wiwit mengeposkannya via jasa kilat khusus.
Akhir Mei 2010, sang belahan jiwaku menulis kabar bahwa sepucuk surat ucapan terima kasih telah bertandang ke rumah kami di Banjarnegara. Aku mengira tahun ini karyaku gagal masuk nominasi karena isi suratnya memang bernada demikian. Beberapa hari kemudian sang belahan jiwa kembali menulis kabar via sms: aku diundang ke Jakarta untuk penentuan pemenang Sayembara Menulis. Aku pun menjadi bingung! Usut punya usut ternyata surat pertama dari Pusat Perbukuan berisikan piagam kepesertaanku mengikuti Sayembara Tahun Sebelumnya. Saat itu aku mengirimkan naskah Novel bertajuk ADA PELANGI DI SEKOLAH. Surat kedua adalah undangan resmi bagiku untuk mengikuti tes wawancara di lomba tahun ini.
Berbekal surat ijin dari Prof Ikeda (Dekan IDEC), aku pun bergegas mengurus ijin kepulangan sementara ke KJRI Osaka. Tidak sampai tiga hari surat ijin pun jadi dan terkirim ke kampus. Tiket pesawat aku beli dengan bantuan Mba QQ dan Mas Sony. Sementara Mas Asep membantuku membelikan tiket bus Hiroshima-Kansai pp di koperasi kampus.
"Of course you may go and make sure to bring victory to Hirodai!" pesan Prof. Hayashi, dosen pembimbingku sambil berpesan agar aku benar-benar menjaga kesehatan selama perjalanan dan tinggal dua minggu di tanah air.
Kamis malam, 3 Juni 2010, diantarkan oleh rekan2 PPI aku berangkat ke Kansai Air Port. Isra kunikmati dengan tenang sembari terus memohonkan keselamatan kepada Tuhan.
Jumat pukul 11.00, 4 Juni 2010, GA 883 membawaku terbang ke Jakarta. Aku duduk di samping seorang gadis Jepang bernama So-san yang akan berlibur ke Bali. Dari Denpasar, di GA 881 aku bertemu dengan 20 guru bahasa Jepang asal Indonesia yang akan pulang seusai mengikuti Program Pelatihan Bahasa hasil kerjasama Depdiknas-Monbukagakusho FY 2010. Aku sempat berbincang banyak dengan salah satu guru dan darinya aku tahu bahwa di antara mereka ada seorang guru bahasa Jepang dari SMA Negeri Banjarnegara.
7 Juni 2010 pukul 14.00-15 bertempat di OASIS HOTEL Jakarta, tes wawancara pun dilaksanakan. Mba Helvi Tiana Rosa, sang sastrawati, menanyaiku sejumlah pertanyaan dengan gayanya yang santai.
"Kesan pertama saat membaca karya ini, JADUL bangeeeeeet!" katanya membuatku tertawa. "Jadikan aja tetralogi, Mas Guru. Besok bisa ditulis masa SMP, SMA, Perguruan Tinggi hingga Mas Guru berhasil studi ke Jepang."
"Insya Allah, Mba Helvi. Mohon doanya." Lalu beliau mengajukan sejumlah pertanyaan mengenai karyaku.
Malamnya, panitia memberitahukan kabar bahwa pengumuman hasil wawancara ditunda sampai pagi hari berikutnya. Agaknya terjadi perdebatan alot di antara para juri untuk menentukan pemenang yang berjumlah 47 orang.
Selasa pagi, 8 Juni 2010 kami harus menelan pil pahit karena 3 di antara kami harus pulang dengan tangan kosong. Dengan demikian, jumlah juara berkurang menjadi 44 orang saja.
Dibacakan oleh Pak Taufik (dosen ITB), nama-nama para pemenang pun diumumkan. Kami ber 44 mengucap syukur tiada terkira karena akhirnya resmi menjadi juara. Usai istirahat panitia lalu membawa kami berkeliling Jakarta untuk menikmati "panasnya" udara Ibu Kota.
Di TVRI (Rabu, 9 Juni 2010 pukul 15.00), acara penyerahan hadiah Sayembara yang kami ikuti ditayangkan secara live. Kami dihibur oleh alunan suara emasnya Samuel & Delon. Hadir pula Mba Yessi Gusman dalam kesempatan itu.
"Dalam waktu dekat anakku akan ke Tokyo..." ucap Mba Yessi saat berbincang sebentar bersamaku. "Selamat ya, semoga cepat selesai!" Kuamini harapan sang bintang Gita Cinta SMA itu.
Legalah sudah jiwa; acara demi acara telah berjalan sesuai rencana. Bapak Fasli Djalal, selaku Wakamendiknas sempat menghadiahi kami NEGERI 5 MENARA dan menghadirkan sang penulisnya (Mas Fuad) ke tempat kami.
Hari itu (10/6)Â disaksikan oleh awan bergumpal-gumpal di langit dan angin Jakarta yang panas, aku berniat akan terus mengasah pena untuk turut mencerdaskan kehidupan bangsa melalui karya sastra dan terima kasih kusampaikan tiada putus kepada segenap keluargaku, guru-guruku khususnya Bapak Rustam, Bapak Sutarno, Ibu Maryamah, Ibu Siti Maryati dan Ibu Tentrem yang semuanya menjadi bagian dari kisah yang kutulis, rekan-rekan sejawat di SMA Negeri 1 Sigaluh, dan seluruh sahabatku di IDEC-Hiroshima University.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H