[caption caption="Seorang nenek asal Desa Lenek< Kabupaten Lombok Timur NTB duduk bersama ketiga cucunya di beranda rumah bedek yang ibunya meninggal di Malaysia sebagai TKI, karena diduga penyakit jantung (Foto : Turmuzi/Cendana News"][/caption]Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan daerah terbesar kedua pengirim Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri setelah Pulau Jawa, dengan negara tujuan utama Malaysia dan negara Timur Tengah seperti Arab Saudi, yang sebagian besar bekerja di sektor nonformal, berupa perkebunan kelapa sawit, rumah tangga dan sebagian lagi bekerja sebagai buruh bangunan
Trend dan minat masyarakat menjadi TKI setiap tahun terus mengalami peningkatan. Peningkatan minat masyarakat NTB bekerja sebagai TKI biasa akan terlihat pada ahir tahun, yaitu usai lebaran, antusiasme masyarakat NTB mengurus dokumen dan paspor mendaftarkan diri sebagai TKI sudah pasti melonjak
Kantor Layanan Terpadu Satu Pintu (LTSP) TKI, Disnakertrans NTB selalu ramai setiap hari oleh masyarakat yang hendak mengurus pembuatan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) maupun dokumen dan berkas lain yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Tidak heran pegawai LTSP Disnakertrans NTB seringkali kewalahan memberikan pelayanan terhadap CTKI maupun TKI yang hendak mengurus masa cuti karena pulang kampung untuk lebaran bersama keluarga
Kepadatan kantor LTSP biasa akan terlihat satu minggu pasca lebaran, di mana dalam satu hari jumlah CTKI dan TKI yang dilayani LTSP bisa mencapai 300 sampai 400 orang dengan negara tujuan paling banyak adalah Malaysia. Minimnya lapangan pekerjaan tentu menjadi alasan paling sering diungkapkan sebagian besar masyarakat, terutama masyarakat Pulau Lombok, terpaksa meninggalka anak dan istri serta kampung halaman
Meski menjadi TKI atau buruh migran memang bukan merupakan pilihan mengenakkan, karena harus berjauhan dari kampung halaman dan orang disayang, tapi karena kondisi prekonomian, pilihan menjadi TKI memburu ringgit negeri Jiran Malaysia dan real Arab Saudi terpaksa dilakukan dengan menggenggam sejuta harapan dan impian, bisa meperbaiki kondisi prekonomian keluarga menjadi lebih baik
Data Disnakertrans NTB, setiap tahun jumlah masyarakat NTB yang berangkat menjadi TKI cendrung meningkat, tahun 2015 saja jumlah TKI asal NTB yang bekerja di luarnegeri mencapai 45 ribu, di mana setiap bulan pengiriman TKI sebanyak 3 ribu orang dan diperkirakan akan terus meningkat pada 2016
Jumlah tersebut baru dari TKI yang diberangkatkan melalui jalur resmi, belum lagi yang berangkat melalui jalur tikus atau ilegal, jumlahnya mencapai puluhan bahkan ratusan ribu, tidak heran setiap tahun jumlah TKI yang dideportasi bahkan yang dikirim pulang dalam keadaan meninggal dunia sudah beberapa kali terjadi
Minim Perhatian
[caption caption="Puluhan keluarga TKI yang menunggu sanak keluarganya dari Malaysia maupun negara timur tengah untuk libur dan cuti lebaran di Bandara Internasional Lombok"]
Besaran nilai devisa tersebut baru terhitung dari uang yang dihasilkan TKI yang berangkat dan bekerja ke luar negeri melalui jalur resmi, sementara TKI tidak resmi jumlahnya juga banyak dan ikut berkontribusi memberikan pemasukkan bagi daerah, melalui gaji didapat dan dikirimkan ke NTB
Tapi besarnya kontribusi TKI tersebut dalam praktiknya sampai sekarang belum sebanding dengan perhatian dan pelayanan diberikan pemerintah terhadap TKI, mulai dari proses pengurusan dokumen keberangkatan yang kerap masih diwarnai praktik percaloan dan pungutan liar bahkan sampai kepulangan ke kampung halaman juga tidak jarang mendapatkan perlakuan tidak mengenakkan
Belum lagi berbicara masalah perlindungan terhadap TKI saat bekerja di negara tujuan, kasus TKI tidak diberikan gaji oleh majikan, sikap dan prilaku majikan yang kerap melakukan kekerasan, penganiayaan, bahkan sampai pembunuhan, bukan sesuatu hal asing melainkan sudah biasa didengarkan dan menimpa sebagian TKI atau buruh migran selama bekerja
Harapan mendulang ringgit ke negeri jiran tidak jarang harus berahir dengan penderitaan, masuk sel tahanan dan kematian. Ketika media ramai - ramai memberitakan para pemangku kebijakan seringkali cari perlindungan, saling lempar tanggung jawab dan kesalahan sudah pasti dilakukan termasuk TKI tidak patuh pada aturan
Memperketat Pengawasan
Kehadiran LTSP selain dihajatkan untuk mempermudah dan meningkatkan kualitas layanan serta meminimalisir praktik percaluan serta pungutan liar, juga diharapkan bisa meminimalisir keberangkatan TKI melalui jalur ilegal, karena kasus kekerasan, penganiayaan bahkan kematian TKI di negara tujuan seringkali berawal dari persoalan dalam negeri mulai dari dokumen kurang lengkap, pengetahuan dan minim keterampilan
Semua permasalah tersebut seringkali menjadi persoalan yang dialami sebagian TKI, sehingga sebagian besar TKI, terutama yang bekerja dengan negara tujuan Malaysia, bekerja di perkebunan, buruh bangunan dan PRT bagi perempuan, dengan gaji terkadang antara beban kerja dengan gaji diberikan tidak berkeadilan
Selain itu dari sisi izin dan pengawasan terhadap Perusahaan Penyalur Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) juga harus diperketat, mulai dari legalitas perusahaan, apakah sudah terdaftar di Disnakertrans atau tidak, memiliki kantor tetap dan alamat jelas, sehingga ketikan TKI mengalami permasalah di negara tujuan bisa dimintai pertanggungjawaban
Namun memang harus diakui permasalahan TKI belum sepenuhnya bisa terselesaikan sampai sekarang, kasus pendeportasian, penganiayaan, penyiksaan sampai kematian TKI asal NTB karena tersangkut berbagai persoalan di negara tujuan masih saja ditemukan.
Pendeportasian 500 TKI atau buruh migran asal NTB oleh pemerintah Malaysia beberapa waktu lalu dalam jangka waktu dua bulan, Januari sampai Februari 2016, karena tersangkut berbagai persoalan, mulai an dokumen, over stay dan tindak kriminal berupa pencurian dan narkoba hanyalah bagian dari realitas kecil, bahwa ketergantungan sebagain masyarakat NTB menjadi TKI masih tinggi, dan hal tersebut sekaligus mebuktikan dari ketidakberdayaan negara menyediakan lapangan pekerjaan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H