“Ceritamu indah sekali, meski belum sampai akhir. Tapi aku merasa penat dan ngantuk. Lagipula, akupun sudah tahu cerita selanjutnya. Bukankah itu semua adalah kisah kehidupanku?”
“Iya benar. Engkau tidak sadar betapa sungguh lama kita ngobrol seperti ini. Sudah waktunya engkau beristirahat. Istirahatmu akan amat sangat panjang atau sebentar, hanya Tuhan yang tahu. Engkau akan tidur sampai sangkakala kedua ditiup dan membangunkan semua. Tidurlah penuh rasa syukur. Kecerdasanmu menjalani hidup, membolehkanmu beristirahat tanpa gangguan. Keikhlasanmu telah mampu memahami arti kehidupan selanjutnya dan kehidupan sebelumnya. Engkau benar-benar tidak ingin melihat duniamu yang baru saja kau tinggalkan? Teman, saudara, pasangan, kolega, atau bahkan musuh yang mungkin kau punya?”
Si mati tertegun. Panjang dan lama.
Akhirnya ia menggeleng. “
Aku memilih tidur yang panjang, penuh rasa syukur. Tuhanku tidak pernah menyalahi janji. Terima kasih telah menemaniku. Engaku boleh pergi sekarang”. Si mati bersiap untuk tidur. Rasanya ngantuk luar biasa. Lega luar biasa.
Sosok amal baik tersenyum. “Tidurlah. Aku tidak kemana-mana. Menemanimu selamanya..”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H