Mohon tunggu...
Tundung Memolo
Tundung Memolo Mohon Tunggu... Penulis - Tentor dan Penulis Buku

Pembelajar yang senantiasa suka akan kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Treble Winner 2014/15 Seni Sepakbola Barcelona di Bawah Luis Enrique

1 Februari 2025   16:16 Diperbarui: 1 Februari 2025   16:14 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Barcelona terakhir kali meraih treble winner pada musim 2014/15, sebuah pencapaian yang tidak hanya monumental tetapi juga menegaskan era emas klub dalam sepak bola modern.

Dengan Luis Enrique sebagai pelatih, Barcelona berhasil menyapu bersih tiga gelar bergengsi: La Liga, Copa del Rey, dan Liga Champions. 

Musim ini menjadi saksi bagaimana sepak bola indah khas Blaugrana berkembang dengan sempurna, berkat kombinasi taktik cerdas, pemain-pemain luar biasa, dan chemistry yang nyaris mustahil dihentikan.

Skuad Barcelona saat itu bisa dibilang salah satu yang terbaik dalam sejarah klub. Lini depan mereka diperkuat trio mematikan yang dikenal dengan sebutan MSN: Lionel Messi, Luis Suárez, dan Neymar. 

Kombinasi ketiganya mencetak total 122 gol di semua kompetisi, rekor luar biasa yang mencerminkan betapa berbahayanya mereka di depan gawang lawan. 

Di lini tengah, keberadaan Andrés Iniesta, Sergio Busquets, dan Ivan Rakitić memastikan transisi bola berjalan mulus, dengan kreativitas dan ketenangan yang menjadi ciri khas permainan Barcelona. 

Sementara itu, di lini belakang, Gerard Piqué dan Javier Mascherano menjaga pertahanan tetap solid, didukung oleh kiper tangguh Marc-André ter Stegen dan Claudio Bravo, yang bergantian bermain di kompetisi berbeda.

Perjalanan menuju treble musim itu bisa dibilang dramatis, terutama di Liga Champions. 

Di babak 16 besar, Barcelona harus menghadapi Manchester City, salah satu tim dengan kekuatan finansial luar biasa. Namun, kelas Barcelona terlalu jauh di atas City saat itu. 

Dengan kejeniusan Messi dan efektivitas Suárez, Barcelona melangkah mulus ke perempat final setelah menang agregat 3-1.

Di perempat final, lawan yang menunggu adalah Paris Saint-Germain. Barcelona sudah terbiasa menghadapi PSG di Liga Champions, dan kali ini mereka tidak memberi ampun. 

Setelah menang 3-1 di Paris, mereka menggulung PSG 2-0 di Camp Nou, dengan Neymar tampil gemilang.

Namun, tantangan sesungguhnya datang di semifinal, di mana mereka harus menghadapi Bayern Munich yang saat itu dilatih Pep Guardiola. 

Ini adalah duel emosional bagi Guardiola, yang menghadapi klub yang pernah ia bawa ke puncak dunia. Tapi Barcelona tidak memberi kesempatan bagi nostalgia untuk mengganggu misi mereka. 

Di leg pertama di Camp Nou, Messi menunjukkan mengapa ia adalah pemain terbaik dunia. Gol solo briliannya, di mana ia mempermalukan Jerome Boateng sebelum menaklukkan Manuel Neuer, menjadi salah satu momen paling ikonik dalam sejarah Liga Champions. 

Barcelona menang 3-0 dan meskipun kalah 2-3 di leg kedua, mereka tetap melaju ke final dengan nyaman.

Final di Berlin mempertemukan Barcelona dengan Juventus. Sejak awal, pertandingan sudah diprediksi akan sengit, tetapi Barcelona langsung menunjukkan dominasinya. 

Ivan Rakitić mencetak gol cepat di menit ke-4 setelah kerja sama apik antara Neymar dan Iniesta. Juventus sempat menyamakan kedudukan lewat Álvaro Morata, tetapi Luis Suárez mengembalikan keunggulan Barcelona sebelum Neymar memastikan kemenangan 3-1 di menit terakhir. 

Dengan peluit akhir berbunyi, Barcelona resmi meraih treble winner mereka yang kedua dalam sejarah setelah sebelumnya mencapainya pada 2008/09 di era Guardiola.

Jika harus menunjuk satu figur yang paling berperan dalam keberhasilan ini, sulit untuk melewatkan Lionel Messi. 

Meskipun Suárez dan Neymar juga tampil luar biasa, Messi tetap menjadi pusat gravitasi tim. Ia tidak hanya mencetak gol-gol penting, tetapi juga menjadi kreator utama serangan Barcelona. 

Kemampuannya untuk menciptakan peluang dari situasi yang tampaknya mustahil adalah pembeda terbesar antara Barcelona dan lawan-lawan mereka.

Namun, keberhasilan ini juga tidak lepas dari peran Luis Enrique. Meski sempat diragukan di awal musim, ia berhasil mengubah Barcelona menjadi tim yang lebih dinamis, dengan pressing yang lebih intens dan transisi serangan yang lebih cepat dibandingkan era Guardiola. 

Ia memberikan kebebasan lebih bagi MSN untuk berkreasi, tetapi tetap mempertahankan keseimbangan tim.

Musim 2014/15 bukan hanya tentang trofi, tetapi juga tentang cara Barcelona meraihnya. Mereka tidak hanya menang, tetapi juga menghibur, memukau, dan mendominasi. 

Ini adalah sepak bola dalam bentuknya yang paling indah, sebuah seni yang dijalankan dengan presisi dan kreativitas luar biasa. 

Hingga kini, treble 2014/15 tetap menjadi salah satu musim terbaik dalam sejarah Barcelona, sebuah kenangan yang akan selalu melekat di hati para penggemar.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun