Tentu saja, perekonomian Malioboro bukan hanya soal pedagang kaki lima.Â
Di sepanjang jalannya, ada ratusan toko yang menjadi penopang ekonomi lokal. Beberapa di antaranya adalah toko-toko legendaris yang sudah ada sejak zaman kolonial.Â
Wisatawan yang datang sering kali membawa uang untuk dibelanjakan, dan ini memberi efek domino yang luar biasa bagi perekonomian sekitar.Â
Hotel-hotel penuh, restoran ramai, angkringan tak pernah sepi, dan transportasi lokal seperti becak dan andong selalu mendapat penumpang.
Namun, seperti pusat ekonomi lainnya, Malioboro pun tak lepas dari tantangan.Â
Pandemi COVID-19 yang melanda beberapa tahun lalu sempat membuat kawasan ini sepi, sesuatu yang sebelumnya hampir mustahil dibayangkan.Â
Banyak pedagang terpaksa gulung tikar, banyak toko tutup, dan banyak pekerja kehilangan mata pencaharian.Â
Dampaknya masih terasa hingga kini, meski perlahan kehidupan mulai kembali normal.Â
Ini menjadi pelajaran bahwa ketergantungan ekonomi pada satu sektor, dalam hal ini pariwisata, bisa menjadi pedang bermata dua.
Malioboro perlu inovasi agar tetap relevan di tengah zaman yang terus berubah. Digitalisasi bisa menjadi salah satu solusinya.Â