Mohon tunggu...
Tundung Memolo
Tundung Memolo Mohon Tunggu... Penulis - Tentor dan Penulis Buku, dll

Mendapat kesempatan mengikuti diklat dan lomba hingga ke luar kota dan luar negeri dari kementerian sehingga bisa merasakan puluhan hotel bintang 3 hingga 5. Pernah mendapat penghargaan Kepsek Inspiratif Tingkat Nasional Tahun 2023.

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar

Malioboro, Jantung Perekonomian Yogyakarta yang Tak Boleh Padam

31 Januari 2025   15:15 Diperbarui: 31 Januari 2025   15:27 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teras Malioboro (Dokumen Pribadi)

Malioboro bukan sekadar jalan, bukan sekadar tempat wisata, dan bukan sekadar nama yang disebut-sebut dalam lagu nostalgia. 

Ia adalah nadi perekonomian Yogyakarta, denyut kehidupan bagi ribuan orang yang menggantungkan hidupnya di sana. Dari pagi hingga malam, kawasan ini tak pernah benar-benar tidur. 

Pedagang kaki lima, pemilik toko, tukang becak, seniman jalanan, hingga pekerja sektor informal lainnya, semuanya berkelindan dalam satu ekosistem yang hidup.

Sejak dulu, Malioboro memang menjadi pusat perniagaan. Tak hanya karena lokasinya yang strategis di tengah kota, tetapi juga karena daya tariknya yang kuat bagi wisatawan. 

Para pelancong datang bukan sekadar untuk menikmati suasana khas Yogyakarta, tetapi juga untuk berbelanja. Batik, suvenir, makanan khas, hingga barang-barang unik yang hanya bisa ditemukan di lorong-lorong Malioboro menjadi magnet yang menarik jutaan orang setiap tahunnya.

Bagi para pedagang kaki lima, Malioboro adalah segalanya. Mereka bukan hanya menjajakan barang, tetapi juga mempertaruhkan hidup mereka di sini. 

Dalam sehari, penghasilan mereka mungkin tak seberapa, tetapi jika Malioboro lesu, nasib mereka pun ikut terombang-ambing. 

Ada keluarga yang harus diberi makan, anak-anak yang harus disekolahkan, dan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi. Itu sebabnya, setiap kebijakan yang menyangkut Malioboro selalu menjadi isu sensitif. 

Ketika wacana relokasi pedagang muncul, misalnya, gelombang penolakan segera datang. 

Bagi mereka, berjualan di Malioboro bukan sekadar mencari nafkah, tetapi juga mempertahankan sejarah dan budaya berjualan yang sudah mengakar sejak puluhan tahun lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun